Industri

Kebijakan Pemerintah Belum Membendung Tingginya Kebutuhan Rumah untuk MBR

Kawasan perumahan. (Int)

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI menyatakan, kebijakan dan program kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan yang telah ada dinilai belum menjawab tantangan tingginya kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta keterjangkauan daya beli MBR terhadap rumah subsidi yang rendah. 

Tercatat hingga 2019 terdapat 11 Juta rumah tangga yang tinggal rumah tidak layak huni dan rumah tangga muda yang masih belum memiliki rumah. 

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Eko D Heripoerwanto menyampaikan, saat ini pihaknya terus berupaya meningkatkan keterjangkauan kebutuhan rumah. 

Caranya dengan menyiapkan berbagai kebijakan dan program kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan kepada MBR. 

Beberapa program kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan yang saat ini telah berjalan antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (SBUM), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). 

“Sepanjang tahun 2015-2018, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyalurkan bantuan FLPP sebanyak 216.660 unit dan bantuan SSB sebanyak 558.848 unit. Pada tahun 2019, per 23 Desember 2019, penyaluran  bantuan FLPP sebanyak 77.564 unit dan bantuan SSB sebanyak 99.907 unit,” ucapnya dalam konferensi pers Progres Pembiayaan Perumahan TA 2019 dan Target 2020 di Jakarta, Kamis (26/12/2019). 

Pada tahun 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk FLPP sebesar Rp11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah. Kemudian, anggaran untuk SSB sebesar Rp3,8 miliar yang akan digunakan untuk pembayaran akad tahun-tahun sebelumnya, SBUM sebesar Rp600 miliar untuk memfasilitasi 150.000 unit rumah. 

Sedangkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp13,4 miliar untuk memfasilitasi 312 unit rumah. Target tersebut  dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan pasar hingga maksimal kurang lebih sebanyak 50.000 unit. 

Hal ini dikarenakan BP2BT berasal dari PHLN yang kenaikan target output dan anggaran tidak memerlukan persetujuan DPR. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar