Regulasi

Menko Perekonomian Bahas Isu Negatif Sawit Dengan PM Malaysia

Perkebunan kelapa sawit. (Int)

KUALA LUMPUR - Menko Perekonomiam RI, Airlangga Hartarto bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia,Tun Mahathir Muhammad, dalam courtessy meeting, Selasa (19/11/2019) di Malaysia. Dalam pertemuan itu, Airlangga menyampaikan sejumlah hasil Ministerial Meeting of Palm Oil Producing Countries di Kuala Lumpur yang digelar 17 dan 18 November 2019.

Ia menjelaskan, empat negara akan melengkapi keanggotaan dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) atau Dewan Negara Produsen Sawit. Adapun negara-negara itu adalah Columbia, Papua New Guinea, Honduras, Nigeria.

"Dengan demikian daya tawar atau bargaining position CPOPC menguat di dunia international," kata Airlangga, Selasa (19/11/2019).

Tun Mahathir Muhammad, ia melanjutkan, mengapresiasi Indonesia sebagai perintis kewajiban pencampuran minyak sawit ke dalam minyak solar sebesar 30 persen (B30) pada 2020. Menurut Airlangga, pemerintah Indonesia telah menerapkan berberapa kebijakan untuk meningkatkan konsumsi domestik demi mengimbangi penurunan permintaan sawit dunia sebagai dampak kampanye hitam.

Salah satu kebijakan pemerintah yakni kewajiban pencampuran 20 persen minyak sawit ke dalam minyak solar atau biodiesel 20 persen (B20). Kebijakan B20, imbuh dia, mampu mendongkrak harga minyak sawit menjadi 600 USD per ton. Berangkat dari capaian itu, Airlangga pun mengajak negara produsen kelapa sawit lain untuk mengikuti langkah Indonesia.

"Terbukti sangat efektif menstabilkan harga minyak kelapa sawit dunia," katanya.

Mahathir Muhamad menyatakan Malaysia telah menetapkan untuk melaksanakan B20 pada 2020. "Malaysia mewajibkan MSPO Standar Sustainabilitas yang setara dengan ISPO Malaysia pada Januari 2020 dan menyambut positif usulan Indonesia untuk menyatukan dan harmonisasi standar international bersama," kata Airlangga.

Perdana Menteri Malaysia pun bersepakat dengan Menko Perekonomian untuk melakukan kampanye positif bersama. 

"Selain itu, Malaysia akan mengalokasi sumber daya yang cukup serta akan bertukar informasi terkait litigasi di WTO untuk kasus Delegated Act yang meminta phase out bio diesel di Eropa pada 2030," kata dia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar