Regulasi

Pemanfaatan Serangga Mampu Dongkrak Produktivitas Sawit

BALI- Industri minyak sawit Indonesia memiliki andil yang signifikan dalam perekonomian serta berperan dalam pengentasan kemiskinan. Indonesia bahkan disebut sebagai produsen kelapa sawit di dunia. Hal tersebut belum optimal, karena sawit Indonesia memiliki rendemen yang masih rendah. Data Kementrian Pertanian menyebutkan, rata-rata produktivitas TBS perkebunan sawit rakyat di Indonesia hanya 2 ton per hektar. Jauh di bawah angka produktivitas kebun sawit di Negeri Jiran Malaysia yang bisa mencapai 8-12 ton CPO per hektar.

Vice President of Sustainability PT Astra Agro Lestari Tbk Bandung Sahari mengatakan, faktor pembatas produksi industri kelapa sawit Indonesia salah satunya akibat serangan hama dan rendahnya keberhasilan penyerbukan tanaman kelapa sawit. Hal tersebut disampaikan Bandung dalam acara Simposium Internasional On Sustainable Palm Oil yang merupakan bagian dari International Conference and Congress of Entomological Society of Indonesia yang bertajuk “Learning from the Past, Adapting for the future: Advancements in Ethnoentomology and Entomological Sciences for Food Security and Health, Bali, Selasa (8/10/2019).

“Industri kelapa sawit sangat membutuhkan terobosan riset untuk mengatasi serangan hama dan meningkatkan keberhasilan penyerbukan sehingga produksi tandan buah segar dapat meningkat,” kata Bandung.

Menurutnya, tantangan terkini yang dihadapi oleh industri agribisnis seperti kelapa sawit salah satunya adalah hama. Hama mengganggu proses pertumbuhan tanaman sehingga produktivitas kelapa sawit menjadi turun. Hal ini tentu saja menyebabkan pendapatan petani plasma dan swadaya juga ikut menurun dan mengancam kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut, Bandung menjelaskan pemanfaatan hama juga menjadi upaya serius yang dilakukan Astra Agro dengan melakukan penelitian dan sistem digitalisasi antisipasi serangan hama guna meningkatkan produktivitas tanamannya. Menurut Bandung, Pengendalian hama dengan parasitoid yang dilakukan Astra Agro mampu menekan biaya aplikasi pestisida Oleh perusahaan.

"Jika tidak segera ditangani dengan baik dalam jangka panjang akan mengancam keberlanjutan produktivitas minyak sawit dan lingkungan jika pestisida menjadi pilihan utama. Oleh karena itu penelitian yang menunjang pengendalian hama ramah lingkungan menjadi urgent," tegasnya.

Selain itu, menurut Bandung, rendemen minyak sawit juga sangat dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan bunga kelapa sawit yang sangat bergantung kepada serangga. Tidak efektifnya penyerbukan menyebabkan banyaknya buah partenokarpi atau tidak berbiji dengan kandungan minyak yang rendah.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia, Prof. Dr. Damayanti Buchori mengatakan, dari penelitian global serangga polinator sedang mengalami penurunan populasi global. Penelitian itu juga mengungkap bahwa penurunan populasi serangga penyerbuk akan berdampak pada pangan, termasuk juga tanaman kelapa sawit.

Damayanti menyatakan, terobosan pemanfaatan serangga berguna untuk mendorong produktivitas sawit perlu dikembangkan lebih lanjut. Selain untuk menjaga tanaman budidaya, juga pada akhirnya memberikan manfaat kepada masyarakat. Menurutnya, Indonesia memiliki ahli-ahli serangga yang mumpuni, hanya saja masih sedikit yang menekuni sawit.

Senada dengan Damayanti, Arfie Thahar dari Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BDPKS) mengemukakan, BPDKS siap mendukung upaya untuk optimalisasi produksi minyak sawit termasuk dalam mengatasi serangan hama dan optimalisasi efektifitas. Menurut Arfie, BPDKS telah membangun roadmap jangka Panjang untuk pendanaan riset-riset yang diperlukan untuk mendongkrak produktivitas minyak sawit secara berkelanjutan.(rls)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar