Industri

India Tetap Pasar Utama Ekspor Sawit

MUMBAI - India tetap menjadi pasar utama bagi ekspor sawit Indonesia. Untuk menjaga peluang ini, pemerintah bersama pengusaha aktif promosi dan mengedukasi masyarakat India berkaitan keunggulan produk sawit Indonesia.

Langkah ini dijalankan melalui Forum Bisnis Indonesia-India yang berlangsung di Rennaisance Hotel, Mumbai, Rabu (25 September 2019). Kegiatan ini dihadiri Duta Besar RI untuk India, Sidharto Suryodipuro, Joko Supriyono (Ketua Umum GAPKI), Atul Chaturvedi (President Solvent Extractors India), Rusman Heriawan (Ketua Dewan Pengawas BPD-KS), Hary Hanawi (Wakil Ketua Umum APROBI), dan Kanya Lakshmi (Sekjen GAPKI).

Sidharto Suryodipuro, Dubes Indonesia untuk India menjelaskan bahwa forum ini sangatlah penting dalam rangka memberikan informasi dan imej positif kelapa sawit kepada masyarakat India. Apalagi, produk kelapa sawit menghadapi kampanye negatif seperti label palm oil free di negara Eropa.

"Melalui forum ini, konsumen di India dapat diberikan informasi untuk memilih minyak sawit sebagai edible oil yang menyehatkan," jelasnya dalam pembukaan forum tersebut.

Ia menambahkan forum bisnis ini dapat membangun hubungan baik antara pelaku usaha Indonesia dan India dalam rangka melakukan kampanye positif sawit dari aspek kesehatan, keberlanjutan (sustainability) serta kemampuan sawit dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

India adalah pengimpor minyak sawit terbesar di dunia, sekitar 16% dari pangsa pasar perdagangan sawit dunia.Pada 2018, konsumsi minyak nabati India yang menggunakan minyak sawit sekitar 37 persen atau 8,8 juta ton. Sama seperti Indonesia, masyarakat India menggunakan minyak sawit untuk kehidupan sehari-hari mereka.

Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sangat optimis Indonesia dapat merebut kembali pasar minyak sawit di India. Pasalnya, kebijakan pemerintah India yang memberikan perlakuan sama kepada Indonesia dan India terkait revisi tarif bea masuk produk sawit dan turunannya.

"Dalam forum ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah India dan kolega saya BV Mehta dari SEA India. Kebijakan merevisi bea masuk dapat meningkatkan kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini maupun 2020 mendatang," ujar Joko.

Tahun lalu, India tetap menjadi pasar utama minyak sawit Indonesia yang mencapai 6,7 juta ton. Walaupun, ada pemberlakuan tarif impor yang sangat tinggi. Akibat kebijakan ini, Indonesia melakukan diversifikasi ekspor ke negara lain seperti Afrika dan Timur Tengah.

Menurut Joko, revisi tarif impor sawit yang diberikan kepada Indonesia mulai efektif terasa dampaknya pada Oktober mendatang. Pada 2020, GAPKI menargetkan ekspor produk sawit ke India mencapai 7,6 juta ton.

"Target 7,6 juta ton ini menyamai performa tahun 2017 yang menjadi capaian tertinggi ekspor ke India. Kami optimis dapat mencapai target tersebut," ujarnya.

Joko mengatakan India menjadi kunci peningkatan ekspor sawit Indonesia karena konsumsinya sangat tinggi setiap tahun. Oleh karena itu, pasar ini perlu dijaga dalam jangka panjang melalui hubugan erat kedua negara.

"Saya mengusulkan pemerintah Indonesia membangun kerjasama dagang yang bersifat bilateral. Skema bilateral perlu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan pasar sawit India," ungkap Joko.

Direktur Eksekutif SEA India, B.V. Mehta mengatakan kerjasama dagang antara negara ASEAN-India menghasilkan kesepakatan  menurunkan bea impor sawit dari negara anggota ASEAN mulai 1 Januari 2020.
 
Dalam kesepakatan perdagangan ini, India telah menurunkan bea masuk produk minyak sawit mentah (CPO) yang diimpor dari negara-negara ASEAN menjadi 40% dan produk turunan minyak sawit menjadi 50% sampai akhir tahun ini.
 
Selanjutnya per 1 Januari 2020, bea masuk akan diturunkan lagi menjadi 37,5% untuk CPO dan 45% produk olahan minyak sawit. (Ist)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar