Industri persawaitan Indonesia dari tahun ke tahun mengalami tekanan terus-menerus. Baik tekanan isu negatif maupun tekanan terhadap jumlah ekspor ke negara lain. Dalam hal ini semua pihak berupaya mengatasi tekanan tersebut bahkan petani pun ikut terlibat.
Lain hal dengan tekanan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani yang setiap tahunnya selalu terjadi. Dampak tekanan harga ini petanilah yang menderita. Sedangkan pihak yang lain yang terlibat dalam industri persawitan tidak begitu terpengaruh.
Apa yang salah dengan tata kelola industri persawitan Indonesia yang menyumbang devisa terbesar ini sehingga stake holder pun tidak berdaya dalam menghadapi kondisi yang ada.
Apalagi perhatian dari stake holder terhadap petani sawit nyaris tidak ada. Apakah juga akan terjadi nasib petani sawit seperti petani padi ? Yang lambat-laun tidak bisa menghidupkan perekonomian masyarakat.
Pemerintah melalui BPDP-KS mengelola dana yang berkaitan dengan Industri Sawit pun tidak berdaya terhadap tekanan harga di tingkat petani. Padahal dari tahun ke tahun tekanan harga di tingkat petani selalu terjadi.
Banyak petani menggantungkan harapan kepada BPDP-KS dan Dirjenbun, untuk bisa mereview kinerja dan program yang ada di BPDP sehingga program yang terimplementasi bisa berpihak kepada petani khususnya petani mandiri.
Dalam mereview kinerja tersebut hendaknya BPDP-KS mengajak Asosiasi Petani Sawit duduk bersama, karena Asosiasi Petani Sawit yang notabenenya petani juga yang mengetahui apa yang sebenarnya menjadi hambatan-hambatan yang dialami bukan atas laporan yang membuat bapak senang.
Kami dari Asosiasi Samade akan melakukan program strategis untuk mengelola petani sawit melalui Koperasi Samade yang terbentuk di setiap wilayah, sehingga ke depan bisa bertahan dan berkompetisi dalam mengelola sawit berkelanjutan.
* Pahala Sibuea, Ketua DPP Asosiasi Samade