Ekonomi

Rusia Pasar Menjanjikan Bagi CPO RI

Ilustrasi CPO. (Int)

JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal mengatakan, Rusia merupakan pasar yang menjanjikan untuk produk Crude Palm Oil (CPO) RI.

Terlebih, lanjutnya, Rusia tidak bergabung dengan Uni Eropa yang saat ini gencar melakukan pembatasan impor dan kampanye negatif terhadap CPO. Hal itu membuat, peluang RI untuk memaksimalkan pasar negara tersebut masih sangat terbuka.

“Hampir sama dengan Afrika, Rusia dan negara-negara Eropa Timur lain memilki potensi yang menjanjikan bagi produk ekspor kita. Pembukaan kerja sama dagang dengan negara-negara itu sangat penting untuk mengurangi hambatan dagang berupa tarif yang relatif tinggi,” kata Fithra di Jakarta.

Sebelumnya, pengusaha berharap pemerintah melakukan perjanjian dagang dengan Rusia untuk memperluas ceruk pasar di negara tirai besi tersebut.

Dalam Festival Indonesia-Moscow 2019 terungkap fakta bahwa ekspor CPO dari Indonesia ke Rusia sebesar 800.000 ton/tahun rupanya tidak digunakan untuk konsumsi rumah tangga. 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni), Sahat Sinaga mengatakan selama ini penggunaan hanya sebatas konveksioneri. Sahat pun baru mengetahui fakta tersebut ketika minyak goreng sawit yang dibawa ludes terjual oleh para pengunjung. Warga lokal bahkan bertanya lokasi supermarket agar bisa membeli produk tersebut.

"Industri di Moskow ternyata tidak promosi minyak dijual di market. Jadi, ekspor kita yang kemari dipakai oleh industri untuk konveksioneri, speciality fat, margarin, sabun tapi tidak dijual ritel," kata Sahad.

Padahal, Sahad menilai Rusia bisa menjadi ceruk pasar tambahan untuk devisa dengan mengekspor CPO bagi keperluan rumah tangga. Saat ini pemakaian CPO di negara tirai besi tersebut sebesar 1,1 juta ton per tahun dimana 74,5 persen dipasok dari Indonesia dan sisanya dari Malaysia dan Belanda.

Dengan tambahan konsumsi pasar ritel, Sahad optimistis ekspor bisa naik sekutar 200.000 ton-300.000 ton menjadi 1,1 juta ton khusus dari Indonesia. Hal ini bisa terlaksana apabila kedua belah pemerintah melakukan perjanjian dagang.

"Ini yang mulai harus kita terobos. Caranya adalah goverment to goverment. Pemerintah Moskow selalu bilang minyak sawit jelek sehingga industri ritel takut membeli. Jadi, pemerintah harus approach," kata Sahad. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar