Tangkal Pengenaan Bea Masuk Biodiesel

Pemerintah Harus Perkuat Kerja Sama Bilateral

Ilustrasi Biodiesel. (CNNIndonesia.com)

JAKARTA - Pengenaan bea masuk untuk produk biodiesel asal Indonesia oleh Uni Eropa (UE) merupakan sinyal pentingnya pemerintah memperkuat kerja sama bilateral dengan negara penerima produk ekspor Indonesia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, pemberian bea masuk sebesar 8 persen sampai 18 persen itu akan memberi dampak pada terpukulnya kinerja ekspor biodiesel Indonesia.

UE memberlakukan bea masuk untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen dan Permata Group sebesar 18 persen.

Alasannya, UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu.

Andry mengkhawatirkan hal ini akan memperparah neraca dagang Indonesia. Apalagi sebelumnya Indonesia juga menghadapi restriksi produk yang sama di Amerika Serikat dan India.

"Saya melihat tentu perundingan terus dilakukan. Sebetulnya perlu dukungan negara-negara Eropa lain untuk bisa menurunkan bea masuk tersebut karena saya yakin mereka masih membutuhkan," terangnya.

Andry menyebut Indonesia punya peluang lobi dengan negara yang tergantung pada produk biodiesel nasional yakni Spanyol dan Belanda.

"Mereka menjadi negara kedua dan ketiga terbesar pengimpor biodiesel kita," ungkap Andry.

Selain itu, Andry mengingatkan pentingnya pemerintah mulai melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Misalnya dengan membidik beberapa negara di Amerika Latin seperti Peru dan negara Asia seperti Korea Selatan menjadi pasar potensial bagi Indonesia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar