Ekonomi

Pungutan Ekspor CPO Harus Ditiadakan

JAKARTA - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) meminta pemerintah RI di bawah kepemimpinan Joko Widodo untuk tetap membebaskan pungutan ekspor CPO atau tidak memungut lagi pungutan ekspor CPO.

Ketua Umum APPKSI, Andri Gunawan mengatakan, apabila diberlakukan kembali pungutan ekspor CPO, akan berimbas pada jatuhnya harga tandan buah segar buah sawit milik petani kelapa sawit.

"Kami meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan pungutan ekspor CPO," kata Andri Gunawan, seperti dilansir dari Tribunnews.com, Jumat (21/6/2019).

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2018 tentang Perubahan Atas PMK No. 81/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BPDPKS pada Kementerian Keuangan, pungutan ekspor CPO baru bisa dikenakan jika harga menyentuh US$ 570/ton.

Harga referensi tersebut sudah termasuk dalam rentang yang bisa dikenakan pungutan ekspor. Namun, untuk saat ini Komite Pengarah BPDPKS memutuskan untuk tidak mengenakan pungutan ekspor sampai muncul ketentuan baru.

Dia menjelaskan, selama tiga bulan terakhir ini Petani kelapa sawit baru saja menikmati peningkatan harga TBS, setelah sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO.

"Harga tandan buah segar sawit anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan dan menyebabkan kemiskinan pada petani sawit serta terbengkalainya kebun kebun sawit petani akibat tidak terawat dan tetani tak sanggup beli pupuk," beber Andri.

Oleh karena itu, APPKSI meminta Presiden Joko Widodo tetap meniadakan pungutan ekspor CPO karena akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani kelapa sawit yang jumlahnya hampir 5 juta petani. Sebab, selama 3 tahun pun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun oleh BPDKS hanya dinikmati oleh para konglomerat pemilik industri biodiesel yang mendapatkan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO, sebagai dana untuk mensubsidi industri biodiesel mereka.

"Hanya 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," kata dia.

Dia menambahkan, jika pungutan ekspor CPO diberlakukan lagi, maka pasti akan menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani Pungutan ekpor CPO oleh pemerintah Malaysia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar