Ekonomi

GAPKI: Biaya Produksi tak Sebanding dengan Kenaikan Harga CPO  

JAKARTA-Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia, adalah tidak sebandingnya biaya produksi dengan kenaikan harga minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). 

Dikatakannya, kenaikan biaya produksi per-tahun bisa mencapai 4,9% dan tidak sebanding dengan kenaikan harga CPO yang hanya sebesar 1,5% per tahun.

"Sawit sebagai komoditas global tidak bisa diintervensi harganya. Agar industri ini dapat terus survive, yang bisa dilakukan hanya meningkatkan produktivitas dan menekan cost [biaya produksi] seefisien mungkin," ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam Agrina Agribusiness Outlook 2019, Kamis, 11 April 2019.


Joko menerangkan, berdasarkan indikator acuan yang ada, produktivitas industri sawit Tanah Air kalah jauh dibandingkan industri sawit Malaysia. Dia pun menunjukkan data analisa perbandingan biaya produksi CPO dari setiap perusahaan sawit terbuka yang beroperasi di kedua negara.

Data ini menjelaskan biaya produksi perusahaan sawit RI yang paling efisien (US$ 444 per metric ton) masih kalah dengan biaya produksi CPO perusahaan sawit di Negeri Jiran yang paling tidak efisien (US$ 386 per metric ton).

"Growth perusahaan-perusahaan yang listed di sini semuanya negatif di tahun lalu," ujarnya seperti dilaporkan Bisnis.com.

Joko juga mengeluhkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang menjadi salah satu penyebab utamanya.

"UMP naik rata-rata 10% per tahun sehingga dalam 10 tahun itu [biaya tenaga kerja] double cost [naik dua kali lipat]," tambahnya.

Joko menegaskan, industri sawit nasional harus mampu menaikkan produktivitas dari 4 ton/hektar/tahun menjadi 6,9 ton/hektar/tahun dalam waktu 10 tahun ke depan atau perusahaan akan merugi.

"Ini dengan asumsi dasar harga CPO Rp 7.000/kg di tahun 2017," katanya.

Adapun di tahun ini, Joko memproyeksi pertumbuhan produksi CPO hanya berkisar antara 2-2,5 juta ton, akibat adanya fenomena El Nino lemah.

"Diharapkan ini bisa menjaga harga tetap baik. Stok sendiri tidak akan lebih dari tahun lalu. Tahun lalu itu anomali," pungkasnya.(rdh)
 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar