Ekonomi

Waspada! Ancaman Pelemahan Ekonomi Global

JAKARTA-Perang dagang Amerika Serikat dan China, dampaknya telah dirasakan negara tirai bambu ini. Gambaran ini terlihat dari menurunnya ekspor China di awal 2019. Data bea cukai China yang dirilis Jumat, 8 Maret 2019 menunjukkan ekspor china di Februari 2019 turun 20,7 persen, jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan ekspor ini merupakan yang terparah sejak Februari 2016. Di sisi lain impor China pada Februari 2019 juga turun 5,2 persen secara tahunan. Penurunan tersebut melebar 1,5 persen jika dibandingkan Januari 2019.

"Data perdagangan hari ini memperkuat pandangan kami bahwa resesi perdagangan China sudah mulai muncul," ujar analis Bank ANZ Raymond Yeung.

Hal itu menambah kekhawatiran perihal perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu di saat perang dagang dengan Negeri Paman Sam belum juga berakhir.

Pada kuartal IV-2018, ekonomi Negeri Panda hanya tumbuh 6,4%. Pada Januari, China melaporkan pertumbuhan ekonominya yang mencapai 6,6% di 2018, paling lambat sejak 1990.

Sebenarnya kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi China telah lama menghantui. Tahun lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) telah secara terang-terangan menyebut bahwa ekonomi China terancam mengalami perlambatan lantaran terlibat perang dagang dengan AS.

"Dalam kondisi terburuk, perang dagang yang berlangsung bisa membuat ekonomi China turun sebesar 1,6% dalam rentan satu-dua tahun." Lapor IMF saat itu.

Penilaian IMF tersebut telah memperhitungkan semua aspek tarif yang harus ditanggung produk China yang masuk pasar Amerika Serikat (AS), dan kepercayaan investor dan pasar keuangan sebagai dampak langsung dari perang dagang.

Bahkan, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF), Christine Lagarde, di panel Davos pada bulan Januari telah secara langsung memperingatkan bahwa perlambatan ekonomi China bisa berdampak buruk dan menimbulkan berbagai masalah.

"Jika perlambatan terlalu cepat, itu akan menjadi masalah nyata baik di dalam negeri dan mungkin pada basis yang lebih sistemik," kata Lagarde, Kamis (24/1/2019).

China juga telah menurunkan target pertumbuhan ekonominya, Selasa (5/3/2019), saat negara itu tengah bergulat dengan pembersihan utang, perlambatan ekonomi dunia, dan perang dagang dengan AS.

Ekonomi terbesar kedua di dunia itu memperkirakan produk domestik brutonya (PDB) akan tumbuh di kisaran 6%-6,5% tahun ini, menurut data dalam laporan pembukaan sesi rapat tahunan Kongres Nasional China, dilansir dari AFP.

Revisi tersebut disampaikan oleh Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China, Selasa.

Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, tentu perlambatan ekonomi di sana akan membuat perekonomian negara-negara lain ikut berada dalam tekanan.

Sisi positifnya, pemerintah China juga mengumumkan pemotongan tingkat pajak dan biaya untuk korporasi senilai hampir 2 triliun yuan (US$ 298,31 miliar atau sekitar Rp 4.222 triliun). Stimulus fiskal tersebut diarahkan untuk mendukung pertumbuhan di sektor manufaktur, transportasi, dan konstruksi.(rdg/cnbc)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar