Ekonomi

Harga Belum Tepat, Pemerintah Tunda Pengenaan Pungutan Ekspor CPO

JAKARTA-Belum adanya konsistensi harga yang tepat yang bisa merefleksikan harga sebenarnya untuk dikenakan pungutan, pemerintah memutuskan untuk menunda pengenaan pungutan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) beserta turunannya.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution  mengatakan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan harga referensi ekspor CPO dan turunannya yang berlaku mulai 1 Maret 2019 sebesar US$595,98 per ton. Harga referensi tersebut juga merupakan harga rata-rata yang berlaku sepanjang 20 Januari-19 Februari 2019.  
 
Menurut dia, apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152/PMK.05/2018, yang menyebutkan bahwa pungutan ekspor CPO baru bisa dikenakan apabila harga telah menyentuh US$570 per ton, maka seharusnya harga referensi tersebut di atas sudah termasuk dalam rentang harga yang bisa dikenakan pungutan ekspor.
 
Namun, lantaran melihat masih tingginya fluktuasi harga CPO yang saat ini cenderung menurun, maka Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memutuskan untuk tidak mengenakan pungutan ekspor. Dalam beberapa hari terakhir, harga CPO kembali turun ke kisaran US$545 per ton.
 
Apabila pungutan tetap dikenakan saat ini, maka tidak menutup kemungkinan sepekan ke depan bakal berubah menjadi tidak dikenakan pungutan dan sepekan berikutnya bisa dikenakan lagi, seiring fluktuasi harga yang terjadi.
 
Darmin menyatakan apabila terjadi inkonsistensi pengenaan pungutan, maka akan sangat mengganggu kelangsungan dunia usaha.
 
"Oleh sebab itu, Komite Pengarah BPSPKS menyepakati tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) BPDPKS yang mulai 1 Maret 2019 dikenakan, masih nol dolar AS sampai ada ketentuan baru," paparnya, yang juga Ketua Komite Pengarah BPDPKS, Kamis, 28 Februari 2019 malam.  
 
Ke depannya, guna mengatasi kondisi seperti sekarang, Komite Pengarah BPDPKS telah memutuskan untuk mempertimbangkan adanya konsistensi pengenaan dalam periode 2-3 bulan, supaya ada kepastian bagi para pelaku usaha, termasuk petani, pedagang, eksportir, dan lainnya.
 
"Jadi nanti kita lihat selama 2-3 bulan. Misalnya harga terlihat naik terus, konsisten, maka 2 bulan sudah cukup untuk memutuskan bisa dikenakan pungutan. Tapi kalau pergerakan harganya naik turun yang terlalu sering, maka diperlukan waktu 3 bulan untuk melihatnya," terang Darmin.
 
Meskipun demikian, Komite Pengarah BPDPKS tetap akan melakukan rapat sebulan sekali untuk memantau pergerakan harga CPO.
 
"Oleh sebab itu, PMK yang ada sebelumnya, yakni PMK No .152/2018 kami usulkan untuk direvisi dengan penyempurnaan terbaru itu dan akan mulai berlaku per 1 Maret 2019 juga," tambahnya.(rdh/bc)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar