Lingkungan

Pengelolaan Gambut Indonesia Lebih Bagus Dari Eropa

Lahan gambut di Indonesia. (Int)

JAKARTA - Indonesia lebih baik dalam mengelola gambut dibandingkan Uni Eropa. Karena, negara Uni Eropa menggunakan gambut bagi kepentingan pertanian dan peternakan.

Hal ini terungkap dalam dialog Gambut se-Uni Eropa di Berlin, Jerman, pada Jumat 26 Oktober 2018. Penyelenggara Dialog Gambut Eropa yaitu Griefswald Moor Centrum dan Kementerian Lingkungan Hidup Jerman (BMU) mengundang Duta Besar RI Jerman untuk memberikan paparan pengalaman Indonesia dalam melakukan restorasi gambut. Dialog ini dihadiri Duta Besar RI Jerman, Arif Havas Oegroseno, Prof. Hans Joosten dari Griefswald Moor Centrum serta perwakilan negara Uni Eropa dan petani.

Ada fakta yang menarik dalam dialog tersebut jika biasanya LSM nasional dan asing serta politisi asing, biasanya dari kelompok Hijau di Parlemen Eropa selalu menggambarkan Indonesia sebagai negara perusak gambut dan harus diboikot.

Tapi, fakta berbicara lain. Ternyata Mayoritas 59 juta hektar lahan gambut di Uni Eropa dikeringkan untuk menjadi lahan pertanian dan peternakan. Salah satu faktor pendorong adalah petani Eropa mendapatkan subsidi.

Dubes Arif Havas, dalam keterangan resmi, menyampaikan bahwa Indonesia telah bekerja keras secara sistematis dan terstruktur untuk menghasilkan pembasahan gambut lebih dari 200 ribu hektar dalam waktu satu tahun.

Capaian inni mendapatkan apresiasi dari Prof. Hans Joosten dari Griefswald Moor Centrum. Menurutnya, kebijakan Indonesia dalam restorasi gambut lebih baik dibandingkan Uni Eropa. “Restorasi gambut Indonesia telah berjalan lebih baik dari pada sejarah gambut Eropa selama ini,”tambahnya.

Gambut di Eropa bahkan dipanen untuk dijual sebagai arang pembangkit energi. Negara penghasil gambut untuk arang pembangkit listrik di Uni Eropa adalah Finlandia, Irlandia, Jerman, Latvia, Estonia, Lithuania, Perancis (yang dikenal anti-sawit), dan Swedia. Nilai bisnis panen gambut sebesar US$ 2 Miliar pada 2015 yang diperkirakan melonjak menjadi US$ 2,13 miliar pada 2024.

Dalam diskusi panel, sikap asosiasi petani Eropa sangat menolak pembasahan gambut. Mereka berargumen pembasahan bisa menenggelamkan kawasan pertanian dan juga peternakan mereka. Petani Eropa adalah kekuatan politik yang sangat kuat dan mampu mendikte kebijakan pertanian Eropa, termasuk kebijakan menentang sawit seperti terlihat dalam demo petani Perancis pada 11 Juni 2018 yang memblokade 13 lokasi penyulingan sawit di Perancis.

Prof Hans Joosten menanggapi sikap asosiasi petani Eropa. Dia menyatakan menegaskan cara bertani di lahan gambut dan lahan basah dapatbl dilakukan dengan paludiculture. Mellaui metode ini kegiatan pertanian akan melindungi lingkungan dan memberikan manfaat sosial.

Dubes Havas berpandangan bahwa pendapat dan praktek pakar gambut dari Jerman ini sangat penting diketahui di Indonesia. Saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari berbagai kalangan termasuk media, akademisi dan LSM bahwa lahan gambut tidak dapat dijadikan areal pertanian.

Dikatakan Havas, dalam soal penanganan lahan gambut, Indonesia harus mengajak semua stakeholders lingkungan hidup untuk melihat praktek di Eropa. Yang harus dipahami bahwa terjadi standar ganda politisi dan LSM Eropa dimana mereka tutup mata terhadap kerusakan gambut Eropa tetapi menyerang masalah lingkungan hidup Indonesia.

"Kami juga mengapresiasi dan inginbelajar dari pakar Eropa yang masih obyektif seperti Greisfwald Moor Centrum bahwa gambut dapat menjadi lahan pertanian melalui paludikultur," katanya. Efi


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar