Ekonomi

Produsen Keluhkan Kendala Distribusi Bahan Baku B20 ke Daerah Terpencil

Ilustrasi Biodiesel. (Jpp.go.id)

JAKARTA - Implementasi biodesel 20 persen (B20) yang dicanangkan Kementerian Perekonomian pada 31 Agustus 2018 lalu masih menimbulkan kendala dalam pendistribusian unsur bahan baku nabati (Fatty Acyd Methyl Ether/FAME) B20 dari produsen ke daerah-daerah terpencil. 

Sebagaimana dikatakan Direktur Asian Agri yang juga mantan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadhil Hasan, waktu kontrak yang tak diimbangi dengan kesiapan kapal di lapangan menjadi kendala utamanya.

"Itulah memang salah satu yang jadi masalah, waktu kontraknya kan 14 hari. Antara yang kontrak pertamina sampai delivery itu. Itu kan kapalnya kan harus disiapin, kadangkan susah kapal, lokasinya jauh," ujar Fadhil di Jakarta, seperti dilansir dari kumparan.com, Rabu (17/10/2018).

Di samping itu, kendala lain yang berpengaruh pada distribusi FAME tak jauh dari masalah transportasi.

"Kesiapan kapal-kapal itu sendiri. Susah nyewa kapal-kapal itu kan, padahal demand-nya meningkat," katanya. 

Berkenaan itu, Fadhil juga menilai pengiriman FAME menjadi tidak efisien karena sulitnya pengiriman yang tidak diimbangi dengan volume angkut B20 yang memadai alias masih kecil.

Kendati demikian, penerapan B20 secara keseluruhan menurut Fadhil berjalan kian membaik. Ia juga menyebut, pihak pemerintah terus melakukan evaluasi.

"Tiap pekan dilakukan evaluasi oleh Kemenko itu sehingga semakin ke sini semakin baiklah," katanya.

Fadhil memprediksi penerapan B20 dalam setahun jika kondisinya membaik bisa mencapai 7 ton CPO yang bakal terserap.

"Kalau Asian Agri kapasitas biodesel yang kita miliki sekitar 1 juta," ucap Fadhil. Efi


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar