Lingkungan

Melongok Pelacuran di Sri Lanka (2) : Panggil Saja Namaku Shanka

Banyak pelacur Sri Lanka yang beroperasi di kawasan pantai Hikaduwa. Penampilannya sudah maju. Dan kosmetika yang dipakai membuat wajahnya sedikit memutih. Namun benarkah sejak awal ia sadar untuk jadi pelacur? Inilah penuturan Shanka, gadis manis yang kini asyik mengobral cinta.

Adalah Shanka (25), gadis yang tinggal di perkampungan nelayan Hikaduwa. Pertama ketemu ia sedang asyik minum teh di sebuah café kecil (orang Sri Lanka menyebut café atau kedai minum itu dengan istilah hotel. Jadi kadang sepanjang jalan bertaburan papan nama hotel, tetapi tidak satu pun yang menyediakan kamar untuk disewakan, red).

Ia duduk sendirian. Sarapan sandwich dadar telor dengan secangkir milktea (teh campur susu, minuman paling digemari di negeri ini). Sesekali ia menyahuti gurauan pelayan café yang berbahasa Sinhala. Dan mereka asyik tertawa-tawa. Saat itulah, sopir yang menemani saya ikut nimbrung. Ia tergelak dan menceritakan apa yang sedang diomongkan.

Kata sopir itu, gadis manis yang sendirian itu adalah pelacur. Ketika ditanya harga untuk kencan, tiba-tiba gadis itu nyelonong menjawab dalam bahasa Inggris. Ia menyodorkan dua pilihan. Untuk long time (semalam) 5 ribu rupee (kira-kira Rp 500 ribu), dan untuk short-time 2 ribu rupee (setara Rp 200 ribu). Saat itulah saya menawar seribu rupee (Rp 100 ribu). Bukan untuk kencan, tapi untuk sekadar menceritakan pengalamannya sebagai pemuas nafsu seks.

Mendengar tawaran ini, gadis itu nampak tergagap. Termasuk sopir yang etnis Sinhala itu. Mereka menatap ragu. Mungkin ini tawaran terbaru. Kepalanya diolengkan ke kanan dan ke kiri. Mulutnya ternganga. Dan roknya yang menjuntai sampai mata kaki itu acap ditarik dan diturunkan kembali, sebagai ekspresi ketidakpercayaannya.

Ketika diyakinkan dengan identitas saya dari Indonesia, (semula dianggap orang Jepang), ia pun akhirnya mau. Hanya, ia minta syarat tambahan. Mentraktir makan siang, dan waktunya hanya satu jam saat jam makan tersebut. (Biar pelacur, di negeri ini juga sangat disiplin). Alasannya, usai sarapan ini, ia sudah harus menemui seorang tamu di sebuah kamar hotel (beneran) Oberoi-Sri Lanka.

Tepat jam duabelas siang, di café yang sama, ia datang. Sambil berbasa-basi, ia memperkenalkan namanya, Shanka. Sambil makan siang itu ia mulai berkisah tentang perjalanan hidupnya sebagai pemuas nafsu lelaki yang membutuhkan. (Djoko Su'ud Sukahar/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar