Lingkungan

Melongok Pelacuran di Sri Lanka (1) : Gadis Hitam Idaman Siapa

Pelacuran memang setua peradaban manusia. Tak terkecuali di Negeri Sri Lanka ini. Kendati lokalisasi pelacuran tidak ada, tetapi kalau mau mencari wanita nakal, masih banyak tempat yang bisa menyediakan wanita untuk pemuas nafsu itu. Tentu, secara ilegal.

Gadis-gadis Sri Lanka hitam-hitam kulitnya. Kendati ada yang cantik dan enak untuk dilirik, tetapi rata-rata memang kurang menarik untuk ukuran Indonesia. Apalagi, selain warna kulit yang mengesankan 'kurang indah' itu, juga ada kekurangan lain yang sangat prinsipil, yaitu sikapnya.

Rata-rata wanita Sri Lanka cerewet. Dan kalau sudah berkeluarga, mereka berani dengan suami, dan gampang main perintah dengan laki-laki.

Mungkin ini yang menjadi penyebab banyaknya laki-laki Sri Lanka yang mencari pasangan hidupnya dengan gadis-gadis dari negara lain, seperti Indonesia, Jepang, Italia, atau Australia.

Itu terjadi, karena kebetulan para perjaka Sri Lanka ini banyak yang menjadi tenaga kerja di negara bersangkutan. Mereka bertemu, memadu kasih, dan kemudian mengikat tali perkawinan. Hanya, khusus gadis-gadis Indonesia yang kawin dengan lelaki Sri Lanka, rata-rata mereka adalah TKW yang bertemu saat di Jepang.

Pelacuran memang dilarang di Sri Lanka. Tapi kalau pariwisata dibisniskan, maka prostitusi pun tak bisa ditangkal. Sebab pariwisata yang dijual negara-negara tropis hampir sama, yaitu sea, sun, and sand. Laut, matahari, dan pasir. Adakah para wisatawan asing hanya butuh itu? Tentu tidak. Pasti ada satu lagi kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu seks.

Nah, itulah yang kini terjadi di pantai Hikaduwa. Pantai ini sangat indah. Debur ombaknya menarik dinikmati, dan nyaman dicicipi untuk snorkeling maupun diving. Ditambah air lautnya yang jernih dengan karang dan ikan yang sangat luar biasa, maka turis asing pun berdatangan untuk mereguk keindahan dunia itu.

Sejalan dengan membludaknya wisatawan, hotel bintang, melati atau cottage pun bertumbuhan. Malah, kampung nelayan di daerah ini juga ikut mendapat berkah. Kehidupan mereka menjadi daya tarik turis, dan apa yang dihasilkan bisa ditukar dengan dolar.

Untuk itu daerah Hikaduwa sangat berbeda dengan daerah pantai yang lain di daerah ini. Kehidupan nelayan pantai ini nampak lebih makmur, dan perabotan rumahnya memberi kesan nelayan kaya.

Namun di balik kesejahteraan itu ternyata tumbuh juga dengan suburnya dekadensi moral, yaitu pelacuran. Gadis-gadis nelayan yang semula lugu itu mulai tergoda dolar. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang bagus (maklum bekas jajahan Inggris, red), mereka pun banyak yang akhirnya jadi pemandu wisata.

Inilah pangkal musibah gadis-gadis nelayan pantai Hikaduwa. Termasuk Shanka dan Cinthiya yang kini jadi pelacur profesional. Bagaimana awal mereka menjadi wanita pemuas nafsu birahi itu? (Djoko Su'ud Sukahar/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar