Lingkungan

Mebu Penghisap Darah (1) : Gatal Tapi Buat Perangsang Ngeseks

Mebu adalah tumbuhan liar di Pulau Timor. Tanaman ini berserakan di daerah ketinggian. Dulu dimanfaatkan sebagai pembangkit gairah seks wanita. Tapi sejak jatuh korban akibat rangsangan yang brutal, kini tanaman itu tidak lagi dipakai untuk itu.

Jika Anda berkelana di bukit-bukit Pulau Timor, Anda akan dikejutkan dengan pepohonan dan perdu yang berserakan di daerah ini. Soalnya, ada pohon yang ranting dan daunnya bergetar jika Anda mendekat. Juga hewan-hewan yang tersentak akibat reaksi pohon itu.

Pohon yang dimaksud adalah Mebu. Pohon ini ada dua jenis. Satu Mebu kerdil, satunya lagi disebut Mebu manusia. Mebu kerdil bentuk daunnya seperti jarak pagar yang banyak ditemui di Pulau Jawa. Sedang Mebu manusia pohonnya tinggi menjulang ke angkasa.

Saya berkenalan dengan tanaman ini secara tidak sengaja. Waktu itu sedang mendaki Bukit Dirun yang berada di Desa Dirun, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) untuk melihat dari dekat keindahan Gunung Mutis yang selalu berkabut. Saya terpana mengamati gunung yang dimistiskan warga Timor Barat maupun Timor Timur yang kini menjadi Negara Timor Leste itu.

Gunung itu seperti raksasa yang gagah. Dia muncul dari gigir bukit. Garang membelah perbukitan sekelilingnya. Itu karena di Pulau Timor, memang jarang tanah lapang. Semuanya bak bukit bersusun. Bukit di atas bukit, dan di atasnya lagi juga bukit.

Saya keasyikan menikmati panorama indah itu. Kaki saya melangkah dan melangkah, menuruti keinginan mata yang ingin melihat gunung itu dari sisi yang lebih eksotik. Sampai akhirnya pemandu saya dari Suku Dawan, berteriak agar saya berhenti. Kaki saya dimintanya untuk tidak saya gerakkan.

Saya terus terang kaget dan takut. Takut ular berbisa ada di kaki saya. Saya turuti itu. Sebab kondisi Bukit Dirun itu memang ‘menyeramkan’. Berbagai batu nisan kuno berserak disini. Dan bukit ini ternyata adalah batu karang, yang entah bagaimana kisahnya bisa menyembul dan menyatu di daratan.

Di tengah rasa dag dig dug itu, sang pemandu yang memandu saya agar bisa berinteraksi dengan penduduk setempat (maklum berminggu-minggu belajar bahasa Dawan dari kamus salah-salah melulu, he he he), menunjuk tanaman perdu yang berada dekat kakiku.

“Ini pohon mebu, bapa. Pohon ini sangat gatal. Kalau tersentuh, kaki kita gatal tidak sembuh-sembuh. Tanaman ini biar kecil ditakuti karena rasa gatalnya. Saya kasihan sama bapa kalau sampai menyentuhnya. Ada juga Pohon Mebu yang besar, nanti bapa saya tunjukkan,” kata pemandu itu sambil menyebut nama lokal pohon itu yang sudah tidak saya ingat lagi.

Turun dari Bukit Dirun, sang pemandu mengajak saya untuk menyusuri bukit-bukit lain. Dia ingin menunjukkan Pohon Mebu manusia yang besar dan tinggi. Pohon berwarna putih, dengan daun-daun yang seperti dibedaki.

Sambil berjalan yang menguras tenaga itu, sang pemandu ini membuat kejutan yang lain. Ternyata Pohon Mebu itu adalah pohon penghisap darah. Ranting kecil dan daun-daunnya bergetar jika di sekitarnya ada makhluk berdarah. Manusia atau binatang.

Selain itu, kayu dan batang pohon ini juga sering digunakan untuk pembangkit nafsu birahi perempuan. Seks? (Djoko Su’ud Sukahar/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar