Ini Pantangan Nikah Adat Sunda

Ini Pantangan Nikah Adat Sunda

Sunda identik dengan sifat lembut, halus, sedikit kenes dan menggoda. Memang, suku ini punya karakter halus dan penuh perasaan. Sifat ini lantas melekat pada adat-istiadat dan upacara tradisionalnya, termasuk upacara perkawinan.

Keistimewaan upacara perkawinan adat Sunda adalah selalu dimanfaatkannya sarana bermusyawarah. Keunikannya terletak pada tutur bahasa yang sopan dan lembut. Namun jangan heran, segala perangkatnya punya makna khusus yang bertujuan menciptakan manusia berbudi luhur.

Upacara perkawinan adat Sunda menarik untuk disimak. Urut-urutan upacaranya memang terkesan bertele-tele. Namun, masing-masing punya makna dan keunikan tersendiri.

Menjelang perkawinan dan sesudah akad nikah, upacara lebih condong kepada unsur kepercayaan yang diungkapkan dalam bentuk kiasan dan lambang. Sedangkan akad nikah dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan agama yang berlaku.

Di kalangan masyarakat Sunda, peran orang tua dalam perjodohan putra-putrinya sangat besar. Mulai awal berkenalan, orang tua sudah mulai memainkan perannya dengan cara mengunjungi rumah gadis idaman putranya. Ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya mengenai diri si gadis langsung dari orang tuanya.

Apabila gadis yang dimaksud memang belum memiliki pacar atau peminang lain, dan kedua orang tua saling menyetujui, terjadilah perembukan yang dinamakan neundeun omong.

Artinya menaruh perkataan atau menyimpan kata. Sejak peristiwa menyimpan kata ini, kedua belah pihak mulai saling mengunjungi dan berkirim makanan atau barang-barang peralatan rumah tangga.

Jika penyelidikan dari kedua belah pihak berhasil baik serta memuaskan, berarti ada kecocokan. Tapi kalau sebaliknya, berarti pinangan itu tak dapat dilanjutkan.

Jika saling cocok, maka tahap berikutnya adalah melamar. Atau, dalam bahasa Sunda disebut dengan nyeureuhan atau ngalamar. Maksud ini dipercayakan kepada orang yang pandai berkomunikasi dengan kedua belah pihak.

Walaupun caranya berbeda, namun sarana yang digunakan untuk acara ini dari dulu sampai sekarang tetap sama, yaitu perlengkapan sirih komplet. Karena itu, upacara ini disebut juga nyeureuhan yang artinya memberi sirih, sedangkan ngalamar artinya memakan sirih.

Sarat Simbol

Dalam adat Sunda sirih selengkapnya terdiri dari : sirih, kapur sirih, gambir, pinang dan tembakau. Kelima perangkat ini punya simbol yang tak jauh dari makna percintaan dua orang remaja.

Kapur sirih berwarna putih, melambangkan sifat perempuan yang suci dan menerima. Gambir berwarna merah yang melambangkan sifat berani, lambang pria yang bertanggung jawab. Pinang, kalau dimakan akan menjadi pening, melambangkan peningnya si gadis ketika merindukan pemuda pujaannya.

Tembakau, kalau dimakan atau dibuat rokok maupun susur (sugi) akan menimbulkan rasa pusing. Ini melambangkan pusingnya seorang pria karena mabuk cinta dengan gadis yang dicintainya.

Sirih dalam bahasa Sunda disebut seureuh, yang artinya sindir, artinya berhenti atau habis nafsunya. Kerinduan seorang pria atau wanita yang sedang dilanda asmara akan berakhir jika terlaksana pernikahan.

Dalam masa pertunangan atau setelah dilamar ini, calon mempelai pria maupun wanita mendapat sederetan pantangan. Diantaranya: pantangan untuk bergaul terlalu bebas, memakan sirih lamaran atau bersama dengan tamu, mempermainkan beras, menyendiri dengan pikiran hampa, duduk di ambang pintu, menjahit pakaian sobek yang sedang dipakai, berpakaian kusut seenaknya, dan mengurai rambut sehabis keramas.

Jika tahap lamaran terlampaui, maka dibicarakanlah upacara seserahan sebelum acara ngeuyeuk seureuh. Upacara seserahan biasanya dilakukan satu atau dua hari menjelang upacara perkawinan.

Dalam seserahan ini, orang tua calon pengantin pria menyerahkan putranya kepada orang tua calon pengantin wanita sambil membawa barang-barang keperluan calon pengantin wanita antara lain : bahan pakaian, pakaian jadi, perhiasan, uang, pakaian dalam, selop, sepatu, kain batik, alat kecantikan dan mungkin perlengkapan ngeuyeuk seureuh yang cukup banyak.

Ini sebenarnya menjadi beban pihak laki-laki. Namun, saat ini sering dilakukan dengan menyerahkan sejumlah uang, dengan alasan kepraktisan.

Setelah seserahan yang singkat, tibalah acara ngeuyeuk seureuh yang dilaksanakan sehari sebelum akad nikah di rumah pengantin wanita.

Pelaksanannya dipimpin oleh seseorang yang paham betul dengan tata cara ngeuyeuk seureuh, disebut seorang pengeuyeuk. Pengeuyeuk ditemani seorang laki-laki tua yang bertugas membakar kemenyan pada waktu upacara dan membaca doa setelah upacara selesai.

Yang unik, upacara ini tak boleh dihadiri sembarang orang. Hanya undangan khusus yang terdiri dari : kedua orang tua calon pengantin, keluarga terdekat yang telah menikah atau dewasa, orang lain yang dianggap perlu hadir dan dewasa.

Sementara yang pantang menghadiri upacara ini adalah : anak gadis yang telah mendapat menstruasi ataupun belum pernah, pemuda yang belum akil balig, wanita berumur namun belum pernah menikah, dan wanita atau pria yang sering kawin.

Larangan itu jika tidak diindahkan akan membawa pengaruh buruk bagi calon pengantin maupun yang melanggarnya. Larangan ini diberlakukan, sebab dalam upacara ini pengeuyeuk mengemukakan secara terang-terangan apa dan bagaimana pengantin setelah menikah.

Bahkan, termasuk bagaimana pasutri melakukan hubungan suami-istri. Ini tentu membawa pengaruh buruk bagi mereka yang belum menikah. Jika dilanggar oleh seorang gadis, akan sulit mendapatkan jodoh dan menjadi gadis jomblo atau perawan tua selamanya. izma/jss

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index