Politik

Petani Sawit : PP Gambut Itu Aturan Pemerintah Atau Penjajah?

PP Gambut terus menuai kontroversi. PP itu melahirkan protes dimana-mana. PP itu dianggap membela kepentingan asing. Dan petani akan dibuat miskin serta kehilangan lapangan pekerjaan. Maka sejak PP itu dikeluarkan, aksi protes terjadi dimana-mana. Petani merasa, dengan PP itu mereka dicabut hak hidupnya. Puluhan tahun mengelola kebun yang membuatnya sejahtera, tiba-tiba harus hilang begitu saja hanya karena secarik kertas. “Ini pemerintah kita atau penjajah kita? Saya ini puluhan tahun hidup di hutan karena ditaruh disitu oleh pemerintah saat saya menjadi transmigran. Sekarang ketika kawasan itu sudah menjadi kebun hasil keringat dan darah keluarga saya, tiba-tiba enak saja pemerintah mengeluarkan PP yang mengusir saya dari sumber mata-pencaharian saya,” tutur Rahmad, pekebun dari Pelalawan, Provinsi Riau. Komentar yang bernada putus asa dan resah juga dilontarkan Rahadi (51), warga Kalimantan Selatan. Baginya, PP itu adalah bentuk arogansi pemerintah. Membuat rakyat terancam dan putus-asa tentang hari depannya. “Kalau sampai PP itu dilaksanakan, entah apa yang akan terjadi. Dan kita, karena itu adalah sumber kehidupan kita, maka juga entah akan melakukan apa nantinya. Ini soal hidup dan mati,” ujarnya keras. Para petani sawit ini merasa, bahwa PP itu mengada-ada. Sebab menurut mereka, sudah berpuluh-puluh tahun mereka hidup di lahan yang sekarang disoal itu, dan tidak ada masalah. Bahkan ketika diterangkan tentang isi PP Gambut itu untuk perlindungan lahan gambut, mereka tidak bisa menerima. Sebab, kata mereka, itu adalah lahan yang tidak produktif yang diberikan pemerintah untuk dikelola. “Kami dulu menderita dan miskin-papa ketika datang. Kami kerja keras untuk menanam agar keluarga bisa hidup. Kalau kemudian tiba-tiba pemerintah ngawur begitu, ya kita juga bisa ngawur. Jangan kira hanya pemerintah yang bisa ngawur,” kata Amin, pekebun sawit dari Sumatera Utara.   PP Gambut yang dimaksud adalah PP 57/2016, yang hingga kini belum ada pemerintah daerah yang berani merealisasinya. Sebab jika itu dilakukan, selain kerentanan terhadap keamanan, juga terjadinya gelombang pengangguran serta pendapatan rakyat yang berdampak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar