Dewa-dewa yang bermacam-macam dan berbeda tingkatannya ini hidup dalam daerah kekuasaan masing-masing. Ada yang daerahnya luas, ada pula yang sempit. Mereka menyatukan diri dengan wilayahnya itu dengan satu cara yang tak mudah dimengerti oleh manusia.
Setiap dewa ini menjiwai daerahnya. Meskipun benar juga, bahwa di daerahnya itu ia mempunyai tempat tinggal yang dianggapnya sebagai tempat yang istimewa.
Dewa yang menemukan tempat yang cocok, misalnya sebuah gunung atau bukit, biasanya memilih tempat itu sebagai pusat segala aktifitasnya. Ia menjadikan daerah itu sebagai istananya. Itu, kalau dewa dapat disebut mempunyai rumah.
Pada waktu siang, Manu mengatur pengiriman Aji Saka ke Indonesia. Dia juga menunjuk satu Dewa sebagai pengawas spiritual dari gugusan kepulauan yang terpenting ini. Dewa pemimpin ini mencari lokasi untuk tempat tinggalnya itu. Tetapi sayangnya, mereka mendapati, ternyata hampir semua gunung-gunung itu telah diduduki oleh pengikut-pengikut Raja Imam Atlantis.
Tetapi jika ditanyakan, sampai dimana pengetahuan Sang Ajisakai mengenai ini? Dan sampai di mana pula ia dan Dewa itu dengan sadar bekerja sama? Fa Hien mengaku tidak mengetahui. Tapi kenyataan menunjukkan lain. Dewa itu akhirnya memilih sebuah bukit yang rendah dan bundar sebagai tempat tinggalnya. Pemimpin bangsa Arya menamakan tempat itu sebagai yang paling kuat di dalamnya.
Kalau diingat, tumbal itu telah dimagnetisir (diisi) khusus untuk maksud itu oleh Sang Manu sendiri. Dewa yang dipilih itu sangat tinggi tingkatannya di antara para dewa yang lain. Dan karena tingkatan itu, maka ia ditunjuk untuk tugas yang sangat istimewa sukarnya itu.
Dari struktur itu maka mulai bisa dimengerti, betapa luar biasa kombinasi ini. Dan betapa hebatnya bukit itu sekarang. Tak mengherankan, jika 700 tahun kemudian, ketika dinasti Syailendra berkuasa di Jawa Tengah dan ingin membangun monumen yang betul-betul luar biasa untuk menghormati Sang Buddha, merealisasi keinginan itu disini.
Penasehat kerajaan yang secara mistis sangat sensitif menganjurkan bukit itu sebagai tempat yang cocok. Meniru sebuah vihara yang ada di Srilanka, maka bangunan yang indah itu terwujut. Sekarang bangunan itu dinamakan Borobudur. Bangunan ini lebih indah dibanding vihara yang ditirunya. (jss/bersambung)