APHI Editor Circle 2025 Bahas Kontribusi Industri Kehutanan ke Ekonomi dan Lingkungan Riau

APHI Editor Circle 2025 Bahas Kontribusi Industri Kehutanan ke Ekonomi dan Lingkungan Riau

PEKANBARU- Industri kehutanan di Riau terus menunjukkan kontribusi positif, baik bagi perekonomian daerah maupun keberlanjutan lingkungan hidup.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, Muller Tampubolon, menegaskan bahwa sektor kehutanan tidak hanya menjadi penopang ekonomi, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

“Di Riau, sektor kehutanan semakin krusial karena luasnya areal hutan produksi dan keberadaan masyarakat sekitar hutan. Banyak keberhasilan dan inovasi yang sebenarnya sudah dilakukan perusahaan, namun belum sepenuhnya tersampaikan ke publik. Media punya peran penting sebagai jembatan informasi sekaligus penguat literasi masyarakat,” ujar Muller dalam pembukaan APHI Editor Circle 2025 yang merupakan kerjasama Bisnis Indonesia dan APHI Riau, Senin (8/9/2025) di Pekanbaru.

Dalam tiga tahun terakhir, perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Riau telah menyumbang Rp318,56 miliar kepada negara melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, industri kehutanan di Riau rata-rata mengalokasikan Rp80 miliar per tahun untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan Rp35 miliar per tahun untuk kemitraan dengan lebih dari 120 desa di sekitar kawasan operasional.

Dari sisi investasi, dengan areal tanaman mencapai 1 juta hektare, setiap tahun sekitar 180.000 hektare dipanen dan ditanam kembali. Rata-rata investasi per hektare mencapai Rp20 juta, sehingga total investasi tahunan industri kehutanan di Riau mencapai Rp3,3 triliun.

Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Agus Suryoko, mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan yang menjadi bagian penting dari sistem lingkungan hidup di Bumi Lancang Kuning.

“Kita menyaksikan sendiri bahwa hutan adalah bagian penting dalam tata kelola lingkungan. Karena itu mari kita bersama-sama menjaga hutan. Dengan diskusi dan kolaborasi, kita samakan persepsi tentang fungsi hutan secara lestari, agar berdaya guna bagi masyarakat dan tetap mendukung keberlanjutan usaha ke depan,” ujar Agus.

Sementara itu Program Desa Makmur Peduli Alam (DMPA) yang digagas Asia Pulp & Paper (APP) menunjukkan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat sekaligus lingkungan.

Head of Social & Community Engagement APP Forestry, Deny Widjaya, menyampaikan di Riau, program ini telah diimplementasikan di 206 desa dengan anggaran mencapai Rp26,05 miliar, melibatkan 14.214 kepala keluarga, lebih dari 50 UMKM, 33 kelompok perempuan, serta 200 Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

“DMPA membantu masyarakat lokal membangun alternatif mata pencaharian tanpa membakar lahan. Dengan begitu, ekonomi desa bisa berkembang tanpa merusak alam,” jelas Deny.

Salah satu pencapaian utama program ini adalah penurunan kebakaran hutan hingga 90% di desa-desa yang berpartisipasi, sebagaimana tercatat dalam Laporan Visi Peta Jalan Keberlanjutan 2023.

Kemudian PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), bagian dari APRIL Group, menegaskan konsistensinya dalam menjalankan Sustainable Forest Management Policy 2.0 (SFMP) yang sejak 2015 menjadi pedoman operasional perusahaan.

“Melalui SFMP 2.0, kami membatasi pengembangan hutan tanaman hanya di area bekas kebun yang telah dibuka sebelum Juni 2015, mendukung pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat, serta terus mengendalikan karhutla di seluruh konsesi kami,” ujar Addriyanus Tantra, Sustainability Operations Manager PT RAPP.

Sejalan dengan itu, RAPP melalui Restorasi Ekosistem Riau (RER) yang mengelola lebih dari 150.000 hektare hutan rawa gambut tropis di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang telah melaksanakan berbagai riset, pencapaian, dan inisiatif komunitas dalam upaya konservasi.

“Salah satu keberhasilan besar pada 2024 adalah pencegahan penebangan liar yang sebelumnya menjadi ancaman utama. Hal ini membuktikan bahwa konservasi dan kesejahteraan masyarakat saling bergantung,” ujar Addriyanus.

Menjelang penutupan kegiatan, Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah III Pekanbaru, Fifin Arfiana Jogasara, menyoroti isu strategis dalam pengelolaan hutan yang hingga kini masih dihadapkan pada persoalan tumpang tindih atau overlay unit usaha yang telah mendapatkan izin. Kondisi tersebut dinilai menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian produktivitas hasil hutan.

“Situasi ini tentu harus diantisipasi. Dunia usaha penting untuk berbagi ruang dengan pihak lain, termasuk skema perhutanan sosial dan masyarakat yang memang sudah lama berada di dalam kawasan hutan,” ujar Fifin di Pekanbaru.

Adapun Forum APHI Editor Circle 2025 digelar sebagai ruang dialog antara pelaku usaha, pemerintah, dan media di Riau. Forum ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman publik mengenai peran strategis industri kehutanan, serta membangun narasi konstruktif tentang keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.(lin)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index