Delegasi Parlemen Eropa telah kembali dari kunjungannya ke Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, giliran Pemerintah Indonesia yang akan ke Belgia untuk menjelaskan kepada Parlemen Uni Eropa soal produksi sawit. Itu akan dilakukan bulan Juli mendatang.
“Kita tentu akan terus dialog. Pemerintah akan ke Brussel untuk berdiskusi dan presentasi. Ini tidak bisa sekali disampaikan selesai, ini bagian dari dialog,” kata Menko, Rabu (24/5).
Darmin memastikan, selain melakukan diskusi, pemerintah juga akan memperbaiki kebijakan-kebijakan di sektor industri sawit, dan membahas mengenai sertifikat sawit nasional yakni ISPO dengan sertifikat yang diusulkan oleh Uni Eropa.
“Itu belum usulan konkret. Ini masih harus ada dialog berlanjut kesamaan pikiran, seperti disampaikan pimpinan delegasi ini. Mereka juga makin menyadari bahwa ada banyak kesalahpahaman selama ini, seperti yang tadi disampaikan. Jadi jangan harap sekali ketemu semua persoalan selesai,” katanya.
Penerbitan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit oleh Parlemen Uni Eropa, dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.
Menurut Darmin, negara produsen sawit terbesar bukan hanya Indonesia, tetapi ada juga Malaysia. Namun demikian, isi dari resolusi sawit itu lebih banyak mengkritik Indonesia dibanding negeri jiran.
Itu, kata Darmin, yang menjadi alasan utama datangnya delegasi Parlemen Uni Eropa ke Indonesia. “Sebetulnya hanya kita dan Malaysia saja kan. Tetapi kalau kamu baca resolusinya, lebih banyak menyalahkan kita, jadi dia datang ke sini. Jadi ini adalah bagian dari diplomasi, dialog saling meyakinkan. Kita juga tidak tahu seberapa jauh yang dia bilang banyak mengubah pikiran kita,” kata Darmin.
Menurut Darmin, untuk saat ini masih jauh dari kata sepakat mengenai Uni Eropa mencabut resolusi sawit. Namun untuk menindaklanjuti soal resolusi sawit, Eropa masih butuh waktu. Juga diplomasi Indonesia dibutuhkan untuk menggagalkan itu.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, hubungan perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa juga masih berjalan baik, meski telah diterbitkannya resolusi sawit.
Airlangga menjelaskan, keputusan resolusi merupakan political statement dari Parlemen Uni Eropa dan tidak melekat pada hukum yang wajib dipatuhi.
“Jadi trade dengan mereka dengan mereka tidak ada masalah, jalan terus. Cuma itu political statement yang mencerminkan publik di sana. Kita mengharapkan mereka juga melihat publik di Indonesia. Karena kebijakan-kebijakan ini kan untuk pekerjaan masyarakat,” katanya. jss