Ekonomi

Gapki Harap Omnibus Law Cipta Kerja Tidak Kontraproduktif

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Pada draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur soal sektor perkebunan, jika dibandingkan dengan UU 39/204 tentang perkebunan ada beberapa perubahan. Sebut saja pasal 15 pada omnibus law dihapus, begitu pula dengan pasal 16 dan pasal 40.

Sedangkan pasal 39 mengalami perubahan, sebenarnya itu hanya sebagian dari sejumlah pasal yang diubah atau dihapus. Dari pasal-pasal itu, syarat pengelolaan lahan perkebunan tampaknya lebih longgar.

Semula, ada tenggat waktu dan syarat area kelola yang harus segera diusahakan oleh perusahaan perkebunan pasca mengantongi izin tanam. Namun RUU Cipta Kerja kemudian menghilangkannya.

Rancangan omnibus law ini juga tak lagi spesifik mengatur perusahaan penanam modal asing. 

Menanggapi hal tersebut, Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan apa yang tertuang dalam RUU tersebut.

"Perjalanan RUU ini masih panjang, beberapa aspeknya pun masih jadi bahan diskusi," sebut Tofan. 

Yang jelas concern industri saat ini bagaimana pemerintah dapat mendorong peningkatan daya saing sektor perkebunan sawit di pasar global.

Tofan mengatakan industri sawit tergolong padat karya dengan total pekerja langsung mencapai 6 juta orang di Indonesia. Artinya cost tenaga kerja akan sangat mempengaruhi kinerja industri, maka kenaikan upah minimum yang setiap tahun rata-rata naik 10 persen dinilai Gapki berdampak besar bagi industri.

Padahal biaya tenaga kerja dan belanja pupuk sudah mencakup 50 persen dari beban perusahaan. Gapki bilang, industri berharap kebijakan ketenagakerjaan nantinya jangan sampai kontraproduktif dengan semangat memajukan pasar minyak nabati.

Selain itu kata Tofan, industri mengharapkan kepastian investasi oleh pemerintah salah satunya sinergisitas antar lembaga sehingga tidak memunculkan tumpang tindih regulasi. "Omnibus law ini kan dibentuk agar antar lembaga bisa sinkron," ujarnya.

Kondisi industri saat ini ditentukan oleh komoditas minyak sawit yang trennya di tahun 2020 mulai membaik, dimana pada awal tahun kemarin mengalami penurunan tajam. Gapki optimistis di tahun ini perkembangan industri lebih baik didukung oleh cuaca yang kondusif. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar