Ekonomi

PM Malaysia Rayu Inggris Kerja Sama Sawit

PM Malaysia, Mahathir Mohamad. (Int)

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad merayu Inggris untuk membuat kesepakatan dagang dengan negara-negara Asia Tenggara, terutama berkaitan dengan minyak kelapa sawit, usai meninggalkan Uni Eropa (UE) pada 31 Oktober mendatang.

“Kuncinya adalah memikirkan kembali kebijakan minyak kelapa sawit Uni Eropa yang salah arah,” kata Mahathir dalam opininya di Bloomberg, Senin (19/8/2019).

Pernyataan Mahathir ini tak lepas dari langkah UE untuk menyetop penggunaan dalam biofuel. Sebelumnya, sejumlah produsen sawit di Indonesia dan Malaysia menyatakan, mereka akan mengajukan komplain ke World Trade Organization untuk menentang langkah tersebut.

“Sikap baru terhadap minyak kelapa sawit, yang tidak dibebani oleh kelompok-kelompok kepentingan khusus yang berpengaruh, dapat mengarah pada persyaratan yang lebih baik antara Inggris dan kawasan Asia Tenggara dari pada yang dinikmati saat ini,” tulis Mahathir.

Di sisi lain, dia berharap pihaknya bisa menghindari perang dagang dengan Eropa. Namun, bila hal itu terjadi, tak mesti Inggris harus terlibat di dalamnya.

“Itu tidak berarti Inggris harus terjebak dalam baku tembak,” katanya.

Mahathir mengakui pentingnya menjaga lingkungan yang berkelanjutan dan menghentikan deforestasi dalam pembicaraan perdagangan. Akan tetapi, persoalan tersebut tak melulu dituduhkan kepada sawit.

“Jawabannya tidak memilih satu komoditas dan melarangnya [sawit]. [Hal ini merupakan] bentuk kolonialisme modern yang tidak memiliki tempat di dunia saat ini,” katanya.

Mahathir justru mempertanyakan sikap Eropa yang melarang sawit karena persoalan lingkungan.

“Jika UE perhatian terhadap dampak lingkungan dari pengolahan minyak kelapa sawit, kenapa menandatangani perdagangan dengan Amerika Selatan? Produksi daging di sana menyebabkan lebih jauh lebih besar deforestasi,” ujarnya.

Mahathir menyerukan dialog dan keterlibatan untuk mencapai solusi bersama, termasuk regulasi yang lebih baik dan standar sertifikasi yang lebih kuat.

"Inilah sebabnya mengapa Malaysia masih mengulurkan tangan persahabatan ke UE dengan harapan bahwa hubungan perdagangan yang adil, jujur dan timbal balik dapat diselamatkan," tambahnya.

Dia menambahkan, untuk mewujudkan ini tergantung pada UE yang melakukan apa yang telah disarankan oleh beberapa pakar lingkungan, memberi insentif pada produksi minyak sawit berkelanjutan daripada mengejar boikot dan proteksionisme.

Pada Maret lalu, Komisi Eropa telah menetapkan bahwa budidaya kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi berlebihan, sehingga seharusnya tidak lagi dianggap sebagai bahan bakar transportasi terbarukan, meskipun dengan beberapa pengecualian. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar