Ekonomi

Indonesia Butuh 10 Juta Tenaga Kerja

Ilustrasi pekerja. (Kompas.com)

JAKARTA - Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian RI menyatakan revolusi industri keempat akan menambah tenaga kerja sekitar 10 juta orang hingga tahun 2035.

Menurut BPSDMI, industri di dalam negeri akan melewati fase penggunaan robot untuk otomatisasi dan langsung menggunakan sensor dan big data.

“Kita tidak memilih menggunakan robot di Indonesia karena mahal, apalagi kalau skala ekonominya tidak mencukupi. Apa yang unggul di sini, itu yang kita manfaatkan,” ujar Kepala BPSDMI Kemenperin RI, Eko S. A. Cahyanto.

Eko mengatakan contoh yang paling sederhana dalam peningkatan serapan tenaga kerja terkait pemanfaatan sensor dan big data adalah yang terjadi pada PT Schneider Indonesia (SI). Menurutnya, jumlah tenaga kerja SI meningkat berkali lipat dari ratusan orang ke ribuan orang.

Selain itu, Eko menyatakan pertumbuhan tenaga kerja akibat implementasi sensor dan big data akan meningkat setiap tahunnya sesuai dengan pertumbuhan industri. Adapun, implementasi teknologi revolusi keempat tersebut dapat menambah pertumbuhan industri sebesar 1 persen sampai 2 persen per tahunnya.

Eko memproyeksikan sektor manufaktur akan membutuhkan sekitar 600.000 tenaga kerja baru. Adapun, Kementerian dapat menyediakan sekitar 770.000 tenaga kerja dari balai pelatihan, fasilitas pendidikan, dan program link and match.

Menurutnya, generasi Z dan Alpha yang akan mengisi sebagian besar kebutuhan tenaga kerja hingga 2035 memiliki cara pandang dunia yang berbeda. Namun, tantangan dalam menghilangkan stigma buruk sekolah menengah kejuruan (SMK) bukan berada pada siswa, melainkan pada orang tua siswa.

Eko menuturkan cara pandang memiliki pendidikan tinggi agar mudah mendapatkan pekerjaan sudah tidak lagi relevan. Faktanya, ujarnya, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan.

Oleh karena itu, Eko berujar akan berusaha mengubah persepsi orang tua siswa mulai dari tahap sekolah menengah pertama. “Anak-anak itu sudah cukup melihat di sekolah. Biasanya tuntutan orang tua untuk sekolah setinggi-tingginya. Mereka [generasi Z dan Alpha] see the world differently, tapi itu sekarang. Ketika mereka menghadapi dunia kerja, merka akan melihat berbeda lagi pasti.”

Pihaknya juga akan menyesuaikan kurikulum SMK agar sesuai dengan kebutuhan industri. Saat ini, Kemenperin telah menyerahkan 34 kurikulum yang sesuai dengan industri kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk disosialisasikan kepada SMK terkait. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar