Ekonomi

Harga CPO Terancam Melemah

Pabrik pengolahan CPO. (Int)

JAKARTA - Sempat menghijau selama tiga hari, harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) terancam melemah pada Kamis (25/7/2019).

Data Bloomberg menunjukkan hingga pukul 13.39 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Oktober 2019 di Bursa Derivatif Malaysia turun tipis 0,05 persen atau 1,00 poin ke posisi 2.028 ringgit per ton. Padahal, di sesi pembukaan, harganya sempat menguat 0,34 persen atau 7,00 poin ke posisi 2.036 ringgit per ton.

Pada Senin (22/7/2019), harga CPO juga telah menguat 0,61 persen atau 12,00 poin di level 1.984 ringgit per ton dibandingkan dengan penutupan Jumat (19/7/2019) yang berada di level 1.972 ringgit per ton.

Penguatan pun berlanjut pada dua hari berikutnya, yang menempatkan harga CPO masing-masing di level 2.004 ringit per ton dan 2.029 ringgit per ton, level tertinggi sejak 21 Juni 2019.

Namun, kabar terbaru dari Uni Eropa (UE) sepertinya mengusik pelaku pasar sawit global. Dilansir dari Reuters, Kamis (25/7/2019), Komisi Eropa mengajukan bea impor dari 8 persen hingga 18 persen untuk impor biodiesel dari Indonesia. Hal tersebut menjadi pukulan ganda bagi biodiesel Tanah Air, setelah pada Maret 2019, UE memutuskan bahwa minyak kelapa sawit tidak lagi dianggap ramah lingkungan sehingga harus dihapuskan dari bahan bakar transportasi terbarukan.

Komisi tersebut, yang mengoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 28 anggota UE, telah meluncurkan penyelidikan anti subsidi pada Desember 2018 menyusul keluhan Dewan Biodiesel Eropa. Eksekutif UE menyatakan terdapat bukti bahwa produsen sawit di Indonesia menerima manfaat dari subsidi dalam bentuk pembiayaan ekspor, keringanan pajak, dan penyediaan minyak kelapa sawit, bahan baku utama dengan harga rendah yang dibuat-buat.

Menurut dokumen yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan, tarif bea masuk yang diusulkan adalah 8 persen untuk Ciliandra Perkasa, 15,7 persen untuk Wilmar Group, 16,3 persen untuk Musim Mas Group, dan 18 persen untuk Permata Group. 

Langkah-langkah ini akan bersifat sementara, sambil menunggu kesimpulan dari penyelidikan UE dan diberlakukan pada 6 September 2019.

Adapun Dewan Biodiesel Eropa (EBB) Kristell Guizouarn menuturkan ini adalah hal yang sangat baik bagi industri biodiesel di Eropa untuk mendapatkan kembali persaingan yang adil dan pasar seperti yang terjadi dengan Argentina.

"Sah untuk memiliki tugas sementara karena ada subsidi untuk biodiesel Indonesia,” ucapnya. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar