JAKARTA - Fortifikasi yang ingin diterapkan pemerintah terhadap minyak goreng sawit dinilai bakal mengorbankan industri sawit nasional. Karena itu, kebijakan fortifikasi ini harus dipikirkan secara matang.
Dari informasi PASPI yang dipantau SAWITPLUS.CO, Selasa (20/11/2018) malam, disebutkan fortifikasimerupakan suatu mekanisme penambahan zat-zat gizi ke dalam bahan pangan yang bertujuan meningkatkan nilai gizi bahan pangan dan meningkatkan konsumsi suatu zat gizi tertentu oleh masyarakat.
Penambahan zat gizi tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu zat gizi yang ditambahkan tidak mengubah warna dan cita rasa makanan, dapat dimanfaatkan tubuh, stabil selama penyimpanan.
- Baca Juga Astra Agro Raih Anugerah Tempo dan TII
Kemudian, tidak menyebabkan timbulnya interaksi negatif dengan zat gizi lain yang ditambahkan atau yang ada dalam bahan pangan, dan terakhir, jumlah yang ditambahkan harus memperhitungkan kebutuhan individu.
PASPI menyebutkan, Indonesia telah menerapkan fortifikasi di beberapa bahan pangan seperti tepung terigu yang difortifikasi dengan zat besi, garam yang difortifikasi dengan iodium.
Kemudian, pemerintah merencanakan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng sawit (MGS) dengan mengeluarkan SNI 7709 pada tahun 2012.
Fortifikasi vitamin A dianggap bisa dilakukan pada minyak goreng sawit karena penambahan fortifikan vitamin A tidak mengubah warna, rasa, dan reaksi negatif zat gizi lain pada minyak goreng sawit.
Minyak goreng sawit dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat sehingga kebijakan ini dianggap tepat untuk mengatasi kekurangan vitamin A di Indonesia.
Padahal minyak sawit secara alamiah memiliki kandungan vitamin A yang tinggi, namun vitamin A tersebut mengalami kerusakan atau hilang saat proses pengolahan dan pemurnian minyak sawit menjadi minyak goreng sawit. hendrik