Humaniora

Ruwatan Sudamala (6) : Saking Tampannya, Sadewa Disangka Bidadara

Sang Hyang Ayu telah menyatu di istana para dewa. Ia tenteram lahir batin. Telah terbebas dari kutukan. Termasuk seluruh bidadarinya.

Sekarang dikisahkan perjalanan Sudamala. Ia telah tiba di daerah yang ditunjukkan Dewi Uma. Ia menuju ke halaman. Berdiri di tengah-tengah. Di tengah balai pertemuan.

Tak lama kemudian keluar seorang putut menyambut Raden Sudamala. Putut itu dengan hormat menghaturkan sembah sujut. "Selamat datang tuan. Baru kali ini tuan datang kemari. Apakah Tuan seorang bidadara muda belia? Paras tuan sangat indah. Ada keperluan apakah tuan datang di daerah ini?"

Raden Sudamala tak banyak menceritakan jatidirinya. Ia hanya memperkenalkan namanya, dan menyuruh Ki Putut segera memberitahu tuan rumah. Ia ingin menemuinya.

Putut pun pergi. Masuk dalam rumah, dan memberitahu sambil menyembah. Kata Putut itu, "Tuan, ada orang baru datang. Ia masih muda, bagus rupawan. Rupa-rupanya ia seorang kesatria, namanya Sudamala. Silakan tuanku ke luar menyambutnya. Ia sangat baik budi bahasanya."

Berdirilah Sang Tambapetra, nama pertapa itu. Ia dituntun Ki Putut, karena pertapa itu buta. Setelah ada di balai pertemuan, Sang Tambapetra dengan hormat menyambut tamunya. "Dari manakah tuanku, dan ada keperluan apa datang kemari ini. Hamba mengucap selamat datang."

Raden Sudamala berkata: "Terima kasih sebesar-besarnya atas ucapan selamat datang dan penghormatan yang diberikan. Hamba datang kemari ini atas petunjuk dan perintah Hyang Ayu. Hamba berasal dari Indraprasta, itulah nama tempat asalku. Hamba ini Pandawa yang bungsu. Hamba datang dari Setra, melepaskan Hyang Dewi itu.”

“Kini telah lepaslah Hyang Dewi, telah kembali naik sorga. Beliau bersabda pada waktu itu: Kamu telah melepaskan aku dari derita. Sekarang ada seseorang yang bernama Tambapetra. Ia menderita sakit. Hendaknya dia itu kau lepaskan juga.”

“Di daerah Timur laut tempat tinggal Tambapetra itu, ia menderita sakit buta. Mempunyai dua orang dara, masih muda, cantik semua. Ambillah itu semua! Begitu sabda Hyang Ayu."

Bagawan Tambapetra berkata di dalam hati: "Jika aku dapat lepas dari derita, aku akan sangat bahagia. Begitu juga anak-anakku. Semoga aku ini lekas dapat lepas. Jika aku dapat melihat lagi melalui Raden Sudamala, seandainya begitu, maka akan kuizinkan kedua anakku, Ni Soka dan Ni Padapa diambil menjadi isterinya.

"Wahai Rahaden", demikian kata sang begawan. "Lekas-lekas hamba ini tuan lepaskan. Lepaskan hamba dari malapetaka hamba ini."

Segera Raden Sadewa mengambil bunga tabur dan mulai melakukan semadi. Ia memanjatkan doa, melakukan permohonan. Ia merenungkan Dewa Indra. Dewa itu dalam renungannya diarahkan pada mata. Dan disemayamkan di biji mata. Saat melakukan perenungan itu begawan Tambapetra disiram air suci. Apa yang kemudian terjadi?

Bagawan Tambapetra terperanjat. Ia kini kembali dapat melihat. Ia dapat melihat terangnya dunia sekeliling. Bisa membedakan semua warna. Sang begawan girang hatinya. Ia berkata: "Sungguh sudah terbuka penglihatanku. Aku sudah bisa melihat dengan terang."

Sang begawan melihat rupa Raden Sudamala. Ia berkata: "Silakan Tuan masuk ke asrama, menuju taman untuk bertemu dengan anak-anakku."

Raden Sudamala kini diajak duduk bersama oleh begawan Tambapetra: "Putraku, Tuan, Raden Sudamala, silakan ambil tempat duduk di muka. Si bapa ini duduk di tengah." (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar