Humaniora

Ruwatan Sudamala (1) : Ini Ruwat Tanpa Dalang Ruwat

Ini hanya cerita. Diambil dari serat kuno Kitab Kidung Sudamala. Sebuah kitab sakral, yang dipercaya berguna menghilangkan sengkala. Perasaan apes dan sial yang menerpa seseorang.

Kitab ini lahir di era Kerajaan Majapahit (1293 M). Nuansa Hindu masih kental, Hindu Jawa yang beda dengan Hindu India sebagai sumbernya. Di kitab ini awal tokoh Semar tertulis. Sosoknya masih hanya sebatas batur, belum mempresentasikan diri sebagai jatidiri manusia Jawa.

Kitab ini sering disebut sebagai serat ruwat. Tulisan untuk pembebasan. Membebaskan diri dari kungkungan perasaan merasa sial. Perasaan tidak beruntung. Dan perasaan dijauhi keberkahan.

Dalam budaya Jawa, batin-batin seperti itu perlu diruwat. Diberi pencerahan, agar tidak merasa seperti katak dalam tempurung. Dunianya sempit. Gelap gulita. Tanpa penerang dalam memandang zaman ke depan.

Ruwatan itu lazimnya adalah dengan mengundang dalang wayang kulit. Dia dibayar untuk mempagelarkan kisah murwakala. Kisah pembebasan yang berfungsi sebagai penyucian diri.

Dalam lakon itu dikisahkan kelahiran Bathara Kala yang secara konotatif adalah nafsu angkara, dengan konsekuensi logis meminta tumbal. Dan ruwatan adalah solusi menghindari agar tumbal itu tidak menimpa seseorang. Tapi siapakah yang harus diruwat itu?

Dalam Babad Ila-ila, sumber dari segala kejadian yang harus diruwat itu ternyata ratusan. Selain kelahiran dan jumlah saudara se-ibu-bapak yang ‘diwajibkan’ diruwat, juga banyak peristiwa keseharian perlu 'dibersihkan'.

Cara pembersihannya bisa dilakukan melalui dua cara. Pertama nanggap wayang dengan lakon murwakala. Sedang kedua dengan membaca atau mendengarkan pembacaan Serat Ruwat Sudamala.

Sejarawan Belanda, CC Berg, membenarkan itu. Dalam penelitiannya menyebut, ada dua bentuk penyucian diri yang dilakukan oleh orang Jawa. Pertama melalui pagelaran wayang dengan cerita Bethara Kala. Dan kedua, melalui pembacaan kitab kuno serat Sudamala. Serat ini diyakini berfungsi untuk meruwat pembaca dan pendengarnya.

Berkah dan bala itu memang takdir dari Yang Maha Kuasa. Tapi sepanjang nyawa masih menyatu dengan raga, wajib hukumnya terus melakukan ikhtiar. Tulisan kali ini bertujuan untuk itu bagi yang percaya.

Tulisan ini tak melulu sebagai pelipur lara. Sebab siratan makna dalam tulisan ini mengandung itu. Melakukan ruwatan massal melalui cerita. Ini diambil dari tafsir Djoko Su’ud Sukahar terhadap serat kuno Kitab Kidung Sudamala itu dalam bukunya ‘Satrio Piningit’ yang diterbitkan Penerbit Narasi, Jogyakarta.

Kisah kitab ruwat ini simple. Perjalanan Raden Sadewa membebaskan Bethari Durga yang sedang terkena kutukan. Benarkah membaca kitab ini berefek untuk itu? Hanya Allah yang tahu. Inilah kisah ruwatannya. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar