Mengakrabi Suku Anak Rimbo (6)

Ini Lolongan Tangis Kematian

Perjalanan melangun menuju lokasi yang baru, bisa berlangsung berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Sebelum mencapai lokasi, mereka bermalam di beberapa tempat untuk istirahat. Kegiatan selama istirahat ini dimanfaatkan untuk ngoli jorot (melihat jerat binatang yang dipasang sebelumnya), nyuluh (berburu), mencari ikan untuk bahan makanan.

Ada juga yang membuat tikar atau hambung. Di tempat sementara ini mereka tidak membuat susudungan (rumah panggung), tetapi belalapion (rumah dengan dua tiang beratap plastik). Pada waktu itu, setiap malam hari, biasanya suami, istri, ibu, atau orang terdekat dari yang meninggal akan menangis melolong-lolong.

Melangun tidak berarti meninggalkan tempat tinggal sebelumnya, selamanya. Biasanya ada yang kembali menengok tanaman karet, ubi-ubian, padi ladang, dan tumbuhan lain yang sempat ditanam sebelumnya. Rentang waktunya tergantung pada masa panen tumbuhan itu. Jika ubi-ubian atau padi ladang, rentang waktu untuk kembali dua hingga tiga bulan. Setelah panen, mereka meninggalkan tempat itu, dan kelompok lain bisa memanfaatkan.

Lain halnya jika mereka menanam karet di tempat yang lama. Biasanya akan ditengok dua hingga tiga tahun kemudian, tergantung pada posisi dan jasa pada kelompok. Makin besar pengaruh dalam kelompok, masa untuk kembali makin lama. Namun, tanaman ini sekaligus mengikat mereka untuk kembali. Orang Rimba lain biasanya boleh menjadikan sebagai genah (tempat tinggal) tapi tidak berhak memiliki karet itu.

Keadaan mereka yang melangun biasanya amat memprihatinkan. Orang Rimba berjalan tanpa kepastian bahan pangan yang memadai, terutama jika berada di kawasan yang hutannya sudah rusak. Mereka hanya mengandalkan benor (ubi hutan) dan buah-buahan hutan, ikan dalam ukuran kecil dan sedikit -malah sering mendapat yang sudah keracunan, dituba orang desa- untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mengharapkan louk godong (lauk besar= babi, rusa, kijang, dll) hampir tidak mungkin, karena jarang ditemui di hutan yang sudah rusak. Kecuali babi hutan yang masih bisa ditemui dekat kebun kelapa sawit. (Dian Yuniarni/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar