Mengakrabi Suku Anak Rimbo (5)

Ngeri, Mayat Balita Itu Digantung di Pohon

Pada halom halom berikutnya, yang bersangkutan akan melanjutkan kehidupannya sehingga perlu dibekali beberapa peralatan. Kesemua peralatan itu memiliki arti masing-masing. Kain dimaksudkan untuk baju, sempolung (selimut) untuk alat pembayaran adat, kujur untuk berburu, parang untuk membuat rumah dan mencari kayu apai, serta uang untuk bebelanjo (belanja).

Khusus untuk kematian budak ebun (anak berusia di bawah 2 tahun), pada beberapa kelompok, ada perbedaan pada tradisi pemakaman. Di antaranya, membungkus mayat bayi dalam sebuah sarung yang keempat ujungnya disimpul dan diikat di atas pohon di dalam hutan yang tersembunyi.

Buntalan mayat ini kelak akan membusuk hingga berlendir. Lendirnya menetes-netes ke bawah. Terkadang tetesannya menimpa para pencuri kayu yang sedang mencari mangsa di dalam hutan, Saat mereka melihat ke atas, ia akan lari karena ketakutan.

Berita melangun ini segera tersebar ke kelompok lain yang terdekat, setelah diberitahu anggota keluarga yang meninggal ke kelompok lain. Pada saat ini kelompok lain itu menyarankan lokasi ‘pemakaman; yang layak, agar tidak dilewati selama beberapa tahun.

Orang desa yang berada di sekitar kelompok yang meninggal, secara tidak langsung juga mengalami pengaruh melangun. Misalnya transaksi jual beli hasil hutan jadi terputus. Jika ada Orang Rimba yang sebelumnya berhutang membeli kebutuhan sehari-hari, pemilik warung terpaksa mengikhlaskan. Sebaliknya, jika orang desa yang berhutang, Orang Rimba sering datang menagih, karena diperlukan untuk bekal perjalanan melangun. (Dian Yuniarni/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar