Humaniora

Semprong Ini Seni Tradisi Lombok yang Tergerus Zaman

Dulu, Semprong dimainkan untuk keperluan ritual mengundang turunnya hujan dan tolak bala. Menyesal, Semprong yang melengkapi khazanah budaya Lombok ini di ambang kepunahan.

Muhamad Sahroni, seniman Semprong berfikir bagaimana agar seni tradisional ini tak sampai punah. Dia tak ingin sepuluh atau duapuluh tahun ke depan, Semprong hanya tinggal nama karena tak ada yang meneruskan, karena tak ada lagi yang berminat mempelajarinya. Sahroni dan kawan-kawan pemusik Semprong lainnya tak sudi era modernisasi men-delete tradisi dan budaya yang diagungkan para leluhur.

Tapi Sahroni tak pernah menyerah. Dia boleh saja khawatir, tapi di sisi lain, dia memiliki kebanggaan tersendiri karena hingga saat ini nyatanya musik Semprong masih mendapatkan apresiasi.

Kalau dulu lantunan Semprong terdengar di tengah ladang, bukit-bukit dan pegunungan, sekarang musik tradisional ini ‘hijrah’ ke ruang-ruang ber-AC. Sudah tak terhitung berapa puluh atau ratus kali Sahroni dan musisi Semprong lainnya beraksi di hotel-hotel berbintang.

Ya, kelompok musik ini masih terus kebanjiran order hingga sekarang. Di beberapa hotel atau tempat lainnya, malah Sahroni Cs dikontrak. Keunikan Semprong menjadi daya tarik tersendiri bagi turis atau tamu-tamu daerah lain yang berkunjung ke Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Sahroni, lelaki bersahaja kelahiran Desa Midang Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat NTB ini adalah satu dari beberapa gelintir sosok yang berjuang melestarikan Semprong. Para remaja menjadi sasaran Sahroni untuk mentransformasikan ketangkasannya memainkan Semprong. Memang tak semua warga memiliki minat mempelajari seni tradisional tersebut. Tak apalah. Paling tidak Sahroni tak terlalu galau karena, meskipun sedikit, masih ada generasi penerus yang siap menggawangi eksistensi Semprong.

Sahroni tak sendirian. Sosok lain yang siap mentransformasikan semprong adalah Suhaemi. Dialah yang selama ini setia mendampingi Sahroni. Suhaemi pulalah yang bertindak sebagai tutor. Menurut pria gondrong berperawakan kekar ini, perlu proses yang tak sebentar agar anak-anak di lingkungannya mencintai dan mendalami Semprong. Untuk mencintai musik tradisional tersebut, tak boleh ada unsur paksaan. Harus tumbuh dari dalam hati, ‘‘Langkah pertama adalah biarkan anak-anak itu mengenal Semprong. Biarkan mereka menonton pertunjukan, baik pada saat sesi latihan atau pada saat ‘manggung’.

“Biasanya sebelum atau setelah sesi latihan dilakukan, saya membiarkan anak-anak memegang Semprong dan mencoba meniupnya. Saya berharap lambat laun mereka tertarik dan ingin mempelajarinya,’’ kata lelaki kelahiran 48tahun silam itu. Dia mengaku kemahirannya memainkan alat musik Semprong diturunkan dari kakeknya, ”Saya belajar dari kakek saat saya duduk di bangku SD,’’ terangnya.

Seni tradisional Semprong mulai dikenal masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat sejak abad 16 silam. Konon, awalnya alat musik tiup Semprong digunakan sebagai ritual untuk mengusir hama burung di sawah, tolak bala, dan meminta hujan. Seiring perkembangan zaman, kini nyaris dipastikan Semprong tak lagi berfungsi untuk media ritual. Meskipun keberadaannya semakin langka, musik tradisional tersebut masih suka dimainkan pada acara-acara seremonial tertentu. Biasanya para musisi Semprong mendapat order dari instansi pemerintahan dan swasta. Sebagian besar acara seremonial tersebut digelar di hotel-hotel berbintang atau di perkantoran.

  1. di tiap kabupaten di Pulau Lombok, memiliki seni tradisional tersebut. Namun, kendati cara memainkannya nyaris sama, namun masing-masing kabupaten punya nama tersendiri. Masyarakat Lombok Utara menyebutnya Suling Dewa, di Lombok Timur dikenal dengan nama Pakon, dan di Lombok Tengah disebut Pendewa.

Semprong bisa dimainkan sendiri, dua, tiga, hingga sepuluh orang. Jika dimainkan sepuluh orang, maka masing-masing personel memegang alat musik gendang, gong, suling, rencek, mandolin dan personel lainnya memainkan masing-masing Semprong Besar semprong Sedang, dan Semprong Kecil.

Suara yang keluar dari alat tiup ini terdengar unik. Bisa meniru suara kodok, sapi, atau ular. Semprong Kecil yang berfungsi sebagai melodi atau ritem bersahutan dengan Semprong besar sebagai bas. Perlu keahlian khusus untuk meniupnya. Tanpa mengenal tekniknya, semprong tak bakal mengeluarkan bunyi. Selain keahlian, peniup Semprong harus memiliki nafas yang terlatih dan prima. Tak berlebihan jika alat tiup Semprong dipercaya sebagai terapi bagi penderita gangguan pernafasan dan penyakit insomnia alias sulit tidur.

Nama Semprong berasal dari kata Serempung (Bahasa Sasak yang berarti serumpun). Semprong Besar yang berfungsi sebagai bas berukuran sekitar 1,5 meter. Alat tiup tradisional khas Lombok ini dibuat dari kayu lengkukun.Tatang Budimasyah


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar