PEKANBARU - Bertanam lada di kebun sawit sekarang bukanlah lagi sekedar wacana, tetapi telah dibuktikan keberhasilannya oleh petani di Bangka dan petani di Batanghari, Jambi.
Sebuah NGO yang peduli pada kesejahteraan petani, Setara Jambi, juga sudah merilis foto-foto keberhasilan para petani tumpangsari sawit-lada di kabupaten Batanghari, Jambi.
Di Bangka, satu tegakan pohon sawit ditumpangsarikan dengan dua bibit lada. Di Batanghari, petani setempat menanam empat bibit lada pada setiap satu batang tegakan kelapa sawit mereka.
Menurut tutur para petani pembaharu itu, tanaman lada tumpangsari pada kebun sawit akan menghasilkan buah lada yang lebih sedikit daripada yang ditanam di lapangan terbuka, tetapi didapati bahwa serangan jamur penyebab busuk pangkal batang dan penyakit kuning pada lada tanaman mereka sangat jauh berkurang.
Patut dicatat bahwa jamur penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada bukanlah ganoderma boninense, tetapi adalah fusarium oxisporum dan fusarium solani.
Petani di Batanghari, Jambi, dapat menghasilkan satu kilogram biji lada putih kering dari satu rumpun tanaman lada mereka. Saat itu umur tanaman lada mereka adalah empat tahun.
Sedangkan di Kabupaten Kampar, Riau, petani lada tumpangsari dengan sawit dapat meraih produksi dua kilogram biji lada putih kering dari setiap rumpun tanaman lada mereka, hanya saja umur tanaman lada itu sudah mencapai tujuh tahun.
Namun, tidak semua perkebunan kelapa sawit bisa ditanami lada. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kebun tersebut di antaranya :
1. Area perkebunan telah ditanami tumbuhan kelapa sawit dengan jarak tanam yang ideal 9 x 9 meter atau setidaknya 8 x 9 meter.
2. Perkebunan sawit mengandung tanah darat kering atau tanah mineral dan bukan tanah gambut atau tanah rawa.
3. Tanaman kelapa sawit sudah berusia minimal 15 tahun dan tinggi pohonnya lebih dari 6 meter. Kompasiana/Se