Hutan Ketonggo masuk kawasan Dusun Sambiroto Yogyakarta. Bagi masyarakat Jawa, hutan ini menyimpan banyak misteri. Ada keraton bangsa jin, keraton Bathok Bolu dari bongkahan batu yang diyakini sebagian orang mampu menciptakan kedamaian. Selain itu juga ada Umbul Rahayu yang dijadikan tempat mandi para peziarah sebelum ke makam Eyang Guru, penasehat perang Pangeran Diponegoro.
Tak kalah keramatnya adalah pohon beringin tua dengan akarnya yang menjulur ke segala arah. Pohon itu selalu meminta tumbal manusia. Mengapa mahluk halus suka berdiam di situ ?
Pagi itu, cuaca di kawasan lingkar Yogyakarta tak bersahabat. Langit mendung, pertanda akan segera turun hujan. Tetapi, niat hati untuk memasuki kawasan hutan sekaligus melihat dari dekat akan kekeramatan dan keangkeran Hutan Ketonggo Yogyakarta tidak bisa dibendung.
Hutan Ketonggo, memang tidak hanya ada Jawa Timur. Yakni di sebelah selatan Desa Brendil, kecamatan Paron, persisnya di selatan Kabupaten Ngawi. Akan tetapi, alas Ketonggo juga ada di kawasan Yogyakarta. Sebuah daerah yang akrab dengan budaya Jawa. Lokasi hutan itu di Dusun Sambiroto, Desa Purwamartani, tepatnya di utara Lanud Adisucipto.
Meski di wilayah itu sekarang sudah ada pedukuhan yang lumayan ramai dengan rumah penduduk beratap welit (daun kelapa), berdinding kayu dan berlantai tanah yang berjajar rapi seperti tentara baris, akan tetapi keangkeran dan kekeramatan kawasan Hutan Ketonggo masih saja terasa.
Betapa tidak, penduduk kampung setempat kala matahari terbenam sudah tak berani keluar rumah. Apa lagi berjalan sampai di bibir hutan. “Kami sudah tidak berani lagi keluar rumah setelah matahari terbenam. Alas Ketonggo Sambiroto itu masih angker,” kata Nasrip, penduduk setempat.
Ucapan Nasrip, setidaknya bisa mewakili penduduk yang lain. “Hutan itu menjadi kratonnya para jin. Banyak pusaka tertanam di tempat itu,” kata Surahmat yang warga Sambiroto.
Sebelum sampai di bibir hutan, jalan terus menanjak, terjal dan berbatu. Setelah masuk ke dalam, keanehan yang tak lazim mulai nampak. Di dalam hutan itu terdapat gumuk yang tidak begitu besar. Akan tetapi lumayan tinggi, dengan tanaman hutan tumbuh di sekelilingnya.
Di gumuk itu, makhluk halus sebangsa jin bermukim. Selain menempati gumuk, bangsa lelembut itu juga diyakini bermarkas di kraton Bathok Bolu. Kraton itu bentuknya menyerupai sumur yang tertutup dengan batu besar menyerupai kue bolu.
Masyarakat setempat meyakini kebenarannya jika bisa memindah batu penutup sumur itu akan tercipta keadilan dan kemakmuran. “Tapi sampai sekarang tidak seorang pun yang mampu melakukan,” tutur para warga.
Belum habis kegamangan hati, di dalam hutan itu terdapat sebuah sendang dengan airnya yang sangat jernih. Penduduk Sambiroto menyebutnya dengan nama Sendang Umbul Rahayu.
Tak jauh dari sendang, terdapat makam tua dan keramat yang sering diziarahi oleh orang yang akan bersemadi. Makam itu diyakini penduduk setempat sebagai Eyang Guru, yang semasa hidupnya menjadi penasehat Pangeran Diponegoro saat menghadapi Belanda di tanah perdikan (tanah yang tidak dipungut pajak) Magelang, tahun 1825 – 1830.
Alas Ketonggo menjadi kawasan sulit ditembus dan dihuni oleh ratusan bahkan ribuan bangsa lelembut, lantaran tempat itu pada masa perang Diponegoro dijadikan sebagai markas sekaligus tempat menyusun strategi perang gerilyanya bersama Alibasah Sentot Prawiro Dirdjo.
Dan Gumuk yang ada di hutan itu, sering dipakai bertapa Diponegro. Tak ayal, di sekitar tempat itu sampai sekarang banyak tertanam benda bersejarah warisan leluhur, berupa pusaka.
Di sebelah timur gumuk terdapat sebuah pohon beringin tua dengan lingkaran batangnya dua sampai tiga kali rentangan tangan orang dewasa. Tanaman ini mengalahkan pepohonan lain. Tanaman itu, akarnya melilit hampir ke seluruh batang. Dan sisanya menjulur lepas hingga menyusur tanah dan menempel ke pepohonan yang lain.
Beringin tua ini memang cukup nyaman untuk tempat beristirahat. Tapi aneh, tak satu pun orang berani duduk atau tiduran di bawah pohon berdaun rindang itu. Warga setempat mengaku masih trauma dengan kejadian aneh di luar nalar manusia yang belum lama terjadi. “Dulu ada orang kencing di bawah pohon itu. Orang itu lalu sakit, sulit diobati dan tidak kunjung sembuh,” kata warga.
Tak hanya itu. Entah apa sebabnya, lelaki paruh baya yang kebetulan masuk hutan dan lewat di bawahnya mendadak hilang tidak berbekas dan tidak diketemukan sampai sekarang. “Warga disini tidak tahu, kemana hilangnya orang itu,” kata Soleh, warga setempat.
Pohon beringin itu, diyakini ada penunggunya. Mereka, penunggu pohon itu tidak mau rumahnya diusik oleh siapa pun. Termasuk manusia. ed/jss