Industri

CIMB : Stok Minyak Sawit Malaysia Mulai Menurun

KUALA LUMPUR: CIMB Equities Research memperkirakan persediaan minyak sawit Malaysia turun 4,7% bulan ke bulan (m to m) menjadi 2,07 juta ton pada akhir Mei 2018. Namun kuantitas ekspornya juga belum beranjak naik.

Kondisi ini diasumsikan karena naiknya bea masuk impor India masih  berdampak terhadap masuknya minyak sawit Malaysia ke Negeri Taj Mahal itu, selain pajak ekspor Malaysia yang mulai diberlakukan normal.

Dalam rilisnya, prediksi itu berdasar survei yang dilakukan terhadap 26 perkebunan oleh tim CIMB Futures. Output CPO Malaysia ditaksir turun sekitar 5,8% bulan ke bulan menjadi 1,47 juta ton pada Mei 2018.

Ekspor minyak sawit Malaysia juga kemungkinan turun c.9.4% bulan ke bulan. Itu berdasar statistik ekspor yang dirilis oleh Societe Generale de Surveillance (SGS) dan Amspec Malaysia. Sedaang untuk memastikan angka itu, secara resmi akan dirilis pada 11 Juni 2018.

“Penurunan 6% bulan ke bulan yang diproyeksikan pada output CPO untuk bulan Mei lebih rendah. Ini merupakan peningkatan tertinggi bulan Mei selama 10 tahun terakhir, sebesar 7,3%.”.

“Kami mengkaitkan peningkatan rata-rata kenaikan bulan-ke-bulan yang lebih rendah ini karena penanaman kembali oleh perkebunan serta dimulainya bulan puasa Ramadhan pada 17 Mei lalu,” katanya.

Survei CIMB Futures menyebut, bahwa perkebunan di Sabah memposting produksi bulan-ke-bulan terlemah, diikuti oleh Semenanjung Malaysia. Sedang perkebunan Sarawak mencatat penurunan terkecil dalam produksi bulan ke bulan.

“Kami memperkirakan, bahwa ekspor minyak sawit Malaysia turun c.9.4% bulan ke bulan di bulan Mei 2018 itu berdasar perkiraan dari surveyor kargo SGS (-9.9% bulan ke bulan) dan Amspec Malaysia (-8.8%).

“Penurunan m to m dalam ekspor pada bulan Mei terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan dari India (-64% bulan ke bulan) dan Uni Eropa (-5% bulan ke bulan), meskipun ini diimbangi sebagian oleh permintaan yang lebih kuat dari China dan AS, ”katanya.

Harga CPO rata-rata turun 0,9% bulan ke bulan menjadi RM 2.396 per ton pada bulan Mei 2018. Ini mungkin sebagian karena dampak dari langkah India yang menaikkan bea impor CPO sebesar 14% poin ke 44%, yang mengakibatkan ekspor minyak sawit ke negara itu menurun.

Di atas ini, pemulihan kembali pajak 5% atas ekspor CPO telah membuat ekspor CPO Malaysia kurang kompetitif terhadap minyak sawit olahan.

Namun, ini sebagian diimbangi oleh kedelai yang lebih rendah dari Argentina, dan meningkatkan permintaan untuk biodiesel karena harga minyak mentah yang lebih tinggi.

“Dialog kami baru-baru ini dengan beberapa produsen biodiesel di Malaysia dan Indonesia mengungkapkan, bahwa kenaikan harga minyak mentah baru-baru ini hingga tertinggi 3,5% US $ 74 per barel telah membantu menghidupkan kembali permintaan untuk biodiesel.

Di atas itu, baru-baru ini dilaporkan bahwa Kementerian Energi Indonesia bertujuan untuk menaikkan biodiesel Indonesia setidaknya 25% pada tahun 2019.

Ini dapat membawa konsumsi biodiesel Indonesia menjadi antara 5,5 juta hingga 6 juta kils, yang secara signifikan lebih tinggi dari konsumsi biodiesel 2,57 juta kilol pada tahun 2017 dan 3,52 juta kilometer target untuk tahun ini. Jika ini direaqlisasi, maka akan menjadi bullish (naik) untuk harga CPO di 2019.

“Stok sawit yang lebih rendah yang diantisipasi untuk Mei sedikit positif untuk harga CPO, meskipun ini sebagian diimbangi oleh kekhawatiran atas lemahnya permintaan dari pasar utamanya, India.

“Kami memproyeksikan harga CPO untuk diperdagangkan dalam kisaran RM 2,300 hingga RM 2,600 per ton pada bulan Juni dan rata-rata RM 2.700 per ton pada tahun 2018.

“Aada kemungkinan harga CPO lebih tinggi dngan permintaan yang lebih kuat untuk minyak sawit. Atau penurunan permintaan minyak sawit dengan harga CPO yang lebih rendah. Namun untuk pilihan regional kami adalah Genting Plantations, Wilmar, dan First Resources, ” katanya. the star/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar