Masyarakat adat di Merauke dan Boven Digoel berang. Itu karena kampanye negatif yang dilancarkan LSM asing telah menyebabkan perusahaan yang akan memberinya lahan kebun itu terhenti.
LSM asing itu dimotori Mighty Earth dan AidEnvironment di Papua. Mereka melakukan kampanye negatif, dan untuk itu perusahaan tidak berani membuka lahan plasma untuk masyarakat. Itu karena kedua LSM itu meniupkan isu deforestasi dan lingkungan.
“Jangan manfaatkan orang Papua untuk kepentingan negara lain. Kami tidak merasa diwakili kepentingan (LSM). Keinginan masyarakat lahan plasma bisa dibuka dan berkegiatan,” kata Richard Nosai Koula, perwakilan masyarakat hak ulayat di Merauke, dalam pertemuan ‘Stakeholder Meeting’ di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Richard Nousa bersama 7 perwakilan masyarakat adat dari Merauke dan 2 orang perwakilan masyarakat adat Boven Digoel datang ke Jakarta. Itu untuk berdiskusi dengan Mighty Earth dan AidEnvironment.
Mighty Earth adalah NGO asal Amerika Serikat yang fokus kepada kegiatan kampanye dan juga bagian dari kampanye Waxman Strategies. Sedangkan, AideEnvironment merupakan NGO dari Belanda.
Kedatangan perwakilan masyarakat adat itu merespon keluhan masyarakat terkait kampanye negatif kedua NGO tadi. Sebab isu yang dihembuskan telah membuat perusahaan sawit di Merauke dan Boven Digoel belum membuka kebun plasma untuk masyarakat.
Pastor Felix Amias, Anggota Missionarium Saccratissmi Cordis, menegaskan kampanye NGO seharusnya tidak dapat dijadikan instrumen penentu keputusan. Jika masyarakat sudah sepakat menjalin kemitraan dengan perusahaan, di sisi lain perusahaan telah mengikuti aturan pemerintah daerah dan pusat, maka tidak ada salahnya kalau perkebunan sawit dibuka di kedua daerah tadi.
“Saya telah keliling ke delapan distrik dan bertanya langsung ke masyarakat. Jawaban mereka semua setuju dengan pembukaan plasma masyarakat,”ujar Pastor Felix, tokoh masyarakat Boven Digoel.
Sebelumnya, masyarakat pemilik ulayat telah melayangkan surat ditujukan kepada Mighty Earth dan AideEnvironment pada pertengahan Juli 2017. Dalam suratnya, perwakilan masyarakat itu mendesak kedua NGO ini menghentikan campur tangan atas hak ulayat masyarakat. Sebab yang merasakan dampak kampanye adalah masyarakat sendiri, bukan pihak luar.
“Tolong jangan halangi kami untuk maju dengan berbagai alasan lingkungan,” kata Demianus Blamen, Tuan Dusun Nakias dalam suratnya.
Perwakilan masyarakat adat sepakat supaya perusahaan diberikan kesempatan untuk membuka lahan menjadi kebun plasma masyarakat sebagai usaha. Ini agar meningkatkan perekonomian masyarakat. jss