Politik

Sawit Mampu Jaga Keseimbangan Ekologi dan Ekonomi

JAKARTA-Pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit tidak merusak lingkungan. Itu asal dikelola secara benar. Bahkan gambut yang dimanfaatkan untuk sawit akan semakin baik dan tidak mudah terdegradasi. Demikian rangkuman pendapat Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham, Peneliti Center for Southeast Asian Studies Kyoto University, Jepang Kosuke Mizuno dan Wakil Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI bidang Penelitian, Kiki Verico. Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi Kebijakan Pengelolaan gambut di Indonesia ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba di Jakarta, Selasa (27/2). Menurut Supiandi, penanaman sawit di lahan gambut tidak hanya sekadar mengejar aspek ekonomi dan sosial saja, tapi juga mampu menjaga ekosistem lahan itu sendiri. Supiandi memaparkan, tanah gambut memiliki karakter cepat kering dan mudah terbakar pada saat musim kemarau. Tapi itu dapat diantisipasi dengan pembangunan sistem drainase yang baik. Membuat kanal beserta parit serta pintu-pintu air yang berfungsi membuang kelebihan air ketika musim hujan dan menahan air saat musim kemarau sangat penting. Dengan begitu, air tanah akan terjaga, sehingga tidak mudah terjadi kebakaran. “Kuncinya adalah pengelolaan yang benar, disiplin, dan berkesinambungan,” katanya. Menurut Supiandi, tujuan pengelolaan yang baik adalah kelembaban muka air tanah. Namun kelembaban itu tidak ditentukan oleh tinggi muka air seperti yang dipersyaratkan 0,4 M. “Dalam kawasan hutan primer saja, ketinggian 0,4 mustahil dilakukan,” kata Supiandi. Karena itu, batasan 0,4 m perlu dipertanyakan dan dikaji. Seharusnya, sepanjang manajemen tata kelolanya baik, kedalaman lebih dari 0,4 cm tetap aman ditanami. Pernyataan senada dikemukakan Kosuke Mizuno. Menurut dia, kunci pengelolaan gambut ada pada pembasahan sehingga kelembabannya tetap terjaga. “Tidak ada jaminan dan penelitian bahwa dengan ketinggian 0,4 m gambut tetap baik. Hanya saja, Mizuno mengingatkan, hilirisasi industri minyak sawit nasional merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia. “Hilirisasi akan mendorong Indonesia menjadi produsen sawit strategis. Melalui hilirisasi produk domestik bruto serta penyerapan tenga kerja akan lebih baik dibandingkan saat ini hanya mengandalkan ekspor CPO,” kata dia. Kiki Verico mengatakan, selama 15 tahun terakhir, sektor berbasis sumber daya alam (agrilculture), minyak dan gas bumi serta industri makanan dan minuman (mamin) memberikan dampak sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. “Kenaikan ketiga sektor ini mempunyai dampak signifikan terhadap kenaikan produk domestik bruto,” katanya. Karena itu, seharusnya setiap regulasi yang bisa berpengaruh terhadap ketiga sektor serta berpengaruh terbagai makro ekonomi Indonesia seperti PP Nomor 57 tahun 2016, sejak awal sebaiknya dibahas secara bersama dengan melibatkan semua unsur pemangku kepentingan. “Seharusnya setiap regulasi perlu memasukkan semua unsur termasuk ekonomi karena kebijakannya berdampak terhadap masyakat. Tidak tertutup kemungkinan saat ini, para pemangku kepentingan duduk bersama untuk membahas kebijakan itu dengan mempertimbangkan semua unsur tanpa perlu merasa baper,” tambahnya. ass/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar