- Dukungan Regulasi dari Pemerintah Pusat dan Daerah
ITDP menekankan perlunya dukungan regulasi dan fiskal, termasuk:
- Penyusunan regulasi di tingkat nasional tentang peta jalan elektrifikasi transportasi publik perkotaan berbasis jalan serta pedoman teknis perencanaan dan implementasi bus listrik
- Komitmen pendanaan awal dan insentif fiskal maupun skema pembiayaan alternatif lainnya untuk menekan tingginya kebutuhan investasi
- Intervensi non-fiskal seperti bulk procurement (pengadaan teragregat) dan model leasing
Direktur Asia Tenggara ITDP, Gonggomtua Sitanggang menjelaskan lima poin penting dari studi. Pertama, implementasi penuh bus listrik di tiga kota—Pekanbaru, Surabaya dan Surakarta--berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 66,67% pada tahun 2040 dibandingkan dengan skenario Business-as-Usual.
Kedua, penggunaan bus listrik yang dikombinasikan dengan perubahan model kontrak di tiga kota tersebut berpotensi menurunkan kebutuhan subsidi per bus hingga 30%, dibandingkan dengan penggunaan bus konvensional. “Ini membuktikan bahwa elektrifikasi transportasi publik adalah langkah strategis yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memberikan efisiensi biaya yang signifikan, sehingga memperkuat daya saing dan keberlanjutan sistem layanan transportasi secara keseluruhan,” ujar Gonggom.
Ketiga, ITDP mengestimasi target elektrifikasi penuh di Pekanbaru, Surabaya dan Surakarta membutuhkan investasi awal yang cukup besar. Kebutuhan pengadaan bus listrik dan infrastuktur pengisian daya di ketiga kota diperkirakan mencapai Rp2,45 triliun hingga 2036. Namun, investasi ini dapat menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi, seperti pengurangan kasus penyakit pernafasan. Estimasi BCR (Benefit-Cost Ratio atau Rasio Manfaat-Biaya)di ketiga kota menunjukkan hasil positif antara 1,38 hingga 2,17, yang berpotensi mengurangi 745 kasus tuberkulosis dan pneumonia hingga 2040 melalui elektrifikasi transportasi publik.
Keempat, elektrifikasi transportasi publik masih memerlukan dukungan fiskal dan kepastian regulasi dari pemerintah pusat, terutama untuk memastikan ketersediaan armada yang memadai di setiap kota dengan cakupan layanan dan headway yang optimal. Kepastian komitmen penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk angkutan umum perkotaan juga perlu ditegaskan secara nasional.
Meskipun biaya operasional per kilometer (BOK/km) bus listrik di Surabaya, Surakarta, dan Pekanbaru berpotensi lebih rendah dibanding bus konvensional, rencana penambahan armada di ketiga kota membuat kebutuhan subsidi terhadap APBD justru berpotensi meningkat dibanding tahun anggaran 2024/2025. Tanpa dukungan fiskal dari pemerintah pusat atau sumber pembiayaan alternatif, porsi subsidi elektrifikasi terhadap APBD di Pekanbaru dapat melampaui porsi belanja transportasi publik di kota-kota seperti DKI Jakarta dan Semarang yang saat ini berada pada kisaran 3–5%. Padahal, kedua kota tersebut secara konsisten sudah memiliki komitmen tinggi terhadap penyelenggaraan transportasi publik. Di Surabaya dan Surakarta, alokasi anggaran tahunan untuk penyelenggaraan transportasi publik dengan bus listrik meningkat hampir tiga kali lipat, dari sekitar 1% menjadi 3% dari APBD per tahun.
Kelima, Pekanbaru menjadi contoh positif sebagai salah satu kota di Indonesia yang mengelola layanan transportasi publik secara mandiri tanpa skema buy-the-service (BTS) dari pemerintah pusat. Pekanbaru juga telah menetapkan anggaran minimal 5% dari APBD untuk transportasi publik melalui peraturan daerah.
“Kota Pekanbaru merasa terhormat menjadi tuan rumah peluncuran studi penting ini, yang memberikan pembelajaran berharga tidak hanya bagi kami, tetapi juga bagi kota-kota lain yang tengah berupaya beralih ke transportasi publik yang lebih bersih dan berkelanjutan. Kegiatan ini merupakan perumusan strategi reformasi dan peta jalan elektrifikasi transportasi publik di tiga kota percontohan yaitu Kota Pekanbaru, Surabaya, dan Surakarta untuk menggali pembelajaran teknis dan nonteknis secara kontekstual. Hasil studi ini nantinya akan sangat bermanfaat karena dapat membantu kami dalam upaya percepatan pengembangan infrastruktur dan regulasi yang mendukung elektrifikasi transportasi publik,” ujar Agung Nugroho, Wali Kota Pekanbaru.
Dokumen studi juga mencakup pembaruan toolkit perencanaan elektrifikasi yang dapat digunakan oleh daerah lain untuk merencanakan elektrifikasi transportasi publik. ITDP berharap hasil studi ini dapat dijadikan referensi oleh Kementerian Perhubungan dalam menyusun kebijakan teknis dan regulasi nasional, termasuk rencana penyusunan regulasi di tingkat nasional tentang Peta Jalan Elektrifikasi Transportasi Publik Perkotaan maupun Panduan Teknis Perencanaan Elektrifikasi Transportasi Publik Perkotaan.
“ITDP Indonesia berkomitmen untuk terus mendampingi kota-kota di Indonesia dalam menyusun kebijakan dan rencana aksi yang mendorong mobilitas berkelanjutan. Transformasi ini tidak dapat berjalan sendiri. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor dan komitmen jangka panjang dari semua pihak. Kami percaya bahwa hasil studi ini dapat menjadi pijakan penting bagi transformasi sistem transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, inklusif, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat,” tutup Gonggom.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai studi ini kunjungi https://bit.ly/elektrifikasipt2025.(win)