Regulasi

GAPKI Nilai Aturan DMO Sawit Bisa Timbulkan Masalah Baru

JAKARTA – Wacana regulasi kewajiban pasar lokal  atau domestic market obligation (DMO) pada minyak sawit mentah (CPO) masih menimbulkan kekhawatiran. Wacana ini bahkan dinilai dapat menimbulkan masalah baru jika dilakukan dalam waktu dekat. 

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai, bakal ada salah satu pihak yang dirugikan, karena adanya selisih antara harga DMO dan harga pasar. Pasalnya, saat ini belum ada regulasi yang memungkinkan pabrik kelapa sawit maupun PT Pertamina (Persero) untuk memanfaatkan dana pungutan di Badan Pengelola Dana Pungutan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

"Bicara fixed quota itu jangan hanya kuota harga, karena harga ini mekanisme (pasar) komoditas. Ada (hukum) supply and demand. Kalau ada (harga) yang dikunci, pada sisi yang lain ada yang dalam tanda petik berkorban," kata Sekretaris Jenderal GAPKI, Kanya Lakshmi Sidarta.

Saat ini, penggunaan dana BPDP-KS akan dimasukkan sebagai dana anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) jika DMO diterapkan dalam waktu dekat. Pasalnya, dana pungutan yang dikelola digunakan atas rekomendasi delapan kementerian.

Adapun, kementerian tersebut adalah Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian PPN, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Kanya menjelaskan pencatatan penggunaan dana APBN dapat menimbulkan masalah politis dan memakan waktu yang berlarut-larut. Alhasil, dierlukan regulasi baru yang dapat menyederhanakan dan menghindarkan politisasi penggunaan dana BPDP-KS untuk keperluan DMO.

Saat ini, pemangku kepentingan sedang menggodok regulasi yang memungkinkan parikan kelapa sawit maupun Pertamina dapat mengakses dana BPDP-KS jika ada selisih antara harga DMO dan harga pasar komoditas. Dengan demikian, dana untuk menutupi selisih tersebut tidak tercatat diambil dari sebagai dana APBN, namun dana kelolaan BPDP-KS.

Di sisi lain, Kanya menilai aturan DMO tersebut dapat membantu menyerap volume CPO saat ini. Seperti diketahui, serapan CPO dalam pasar global maupun lokal saat ini menurun karena pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Gapki, konsumsi CPO di dalam negeri selama Januari-Mei 2020 naik 3,6 persen secara tahunan menjadi 7,3 juta ton, tapi volume ekspir anjlok 13,7 persen menjadi 12,7 juta ton. Adapun, alokasi produksi industri kelapa sawit nasional ke pasar global mendominasi sekitar 62,5 persen dari total produksi per tahunnya.

Penurunan ekspor terutama terjadi pada refined palm oil yang secara umum disebabkan oleh selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil. 

Penurunan ekspor bulan Mei terbesar  terjadi dengan tujuan China sebesar 87.700 ton (-21 persen), ke Uni Eropa sebesar 81.500 ton (-16,62 persen), ke Pakistan sebesar 47.000 ton (-23,4 persen) dan ke India sebesar 38.600 ton (-9,2 persen).*


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar