Industri

D100, Indonesia Bakal Jadi Importir CPO

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung. (Bayu)

PEKANBARU - PT Pertamina (Persero) saat ini sudah siap untuk memproduksi green diesel atau D100. Ini merupakan bahan bakar pertama di dunia yang bahan dasarnya 100% dari minyak kelapa sawit. D100 merupakan hasil pengolahan minyak kelapa sawit Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100%. 

Temuan besar Pertamina ini juga disambut baik oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, mengungkapkan, dengan D100, Indonesia diprediksi tidak akan lagi menjadi eksportir CPO, tetapi justru akan menjadi importir CPO. 

"Kalau kita mencapai D100, untuk solar saja, kita menggunakan bahan bakunya dari CPO 100%, maka Indonesia akan berubah jadi pengimpor CPO, bukan jadi pengekspor lagi," kata Gulat kepada SAWITPLUS.CO, Jumat (17/7) siang. 

Dijelaskan Gulat, dengan adanya D100, maka serapan CPO dalam negeri akan meningkat drastis, seiring dengan berjalannya produksi D100 yang membutuhkan sangat banyak CPO sebagai bahan bakunya.

"Sedangkan pada B30 saja sarapannya sudah mencapai 10 juta ton. Itu baru 30 persen menggunakan minyak sawit. Bisa kita bayangkan dengan D100, yang 100 persen menggunakan minyak sawit," kata Gulat. 

"Kalau untuk D100, paling tidak kita butuh 35 juta ton CPO.  Kebutuhan dari pada CPO, di luar dari biodiesel ini, seperti untuk kebutuhan minyak makan, mentega, obat, deterjen, dan produk-produk lain turunan CPO, mencapai 18 sampai 20 juta ton. Berarti untuk ini saja, kebutuhan CPO kita sudah 55 juta ton. Belum lagi untuk kebutuhan-kebutuhan lain," bebernya. 

Baca juga : Pertamina Siap Produksi BBM Berbahan Dasar 100% Sawit

Gulat menjelaskan, saat ini produksi CPO Indonesia hanya sekitar 50 juta ton. Jumlah ini tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri dengan adanya D100. "Artinya kita akan kekurangan CPO, dan dengan demikian kita akan menjadi pengimpor CPO," ujar Gulat. 

Dengan demikian, sambung Gulat, petani sawit yang mengelola 41 persen (CPO) akan sangat tertolong. Karena dengan tingginya konsumsi dalam negeri, stok CPO dunia akan berkurang, karena Indonesia merupakan salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia saat ini. "Sesuai hukum dagang, kalau barang di pasar berkurang, otomatis harganya juga akan naik," katanya. 

Oleh karena itu, Gulat mengimbau kepada petani kelapa sawit untuk tetap melakukan upaya-upaya budidaya kelapa sawit yang baik dan benar. Tidak membakar lahan dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. 

Sebagai informasi, program D100 yang dicanangkan Pertamina merupakan bahan bakar minyak ramah lingkungan hasil pengolahan Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% di Kilang Dumai. Skema RBDPO merupakan pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO yang diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities maupun baunya. 

Uji coba pengolahan produksi yang dilaksanakan pada 2 - 9 Juli 2020 tersebut merupakan uji coba ketiga setelah sebelumnya uji coba RBDPO melalui co-processing hingga 7,5% dan 12,5%. Keberhasilan tersebut mendapat dukungan pemerintah melalui kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Unit DHDT Refinery Unit (RU) II Dumai pada Rabu (15/7) lalu. (Bayu)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar