Industri

Ditengah Pendemi Covid 19, Sawit Tetap Dilirik Dunia

JAKARTA - Kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit masih berjalan normal. Secara alami pelaksanaan pekerjaan di operasional perkebunan dan PKS memang berjauhan sehingga physical distancing terjadi dengan sendirinya, namun demikian kebutuhan sawit masih dilirik dunia.

Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI kepada wartawan melalui rilisnya Sabtu (09/05/20) mengatakan, produksi minyak sawit pada bulan Maret adalah sedikit lebih rendah (-0,9%) dari produksi bulan Februari 2020 sedangkan konsumsi dalam negeri turun 3,2%, ekspor naik 3,3%  dan harga CPO turun dari rata-rata USD 722 pada bulan Februari menjadi USD 636 per ton-Cif Rotterdam pada bulan Maret tetapi nilai ekspornya naik 0,6% menjadi USD 1,82 milyar.

"Dibandingkan Januari-Maret 2019, produksi 2020 lebih rendah 14%, konsumsi dalam negeri lebih tinggi 7,2% dan ekspor lebih rendah 16,5% tetapi nilai ekspor 9,45% lebih tinggi yaitu USD 5,32 milyar." jelasnya.

Kata Mukti, Konsumsi minyak untuk pangan dalam negeri turun sekitar 8,3% sebaliknya konsumsi untuk produk oleokimia naik sebesar 14,5% dan konsumsi biodiesel relatif tetap. Ketidakpastian waktu teratasinya pandemi covid-19 menjelang puasa menyebabkan konsumsi minyak sawit untuk produk pangan menurun.

"Sebaliknya produk oleokimia naik karena kebutuhan bahan pembersih sanitizer meningkat. Dari 68 ribu ton kenaikan konsumsi oleokimia, 55% terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer. Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel relatif tetap, padahal harga minyak bumi rendah dan konsumsi solar turun sekitar 18%." papar Mukti.

Menurut Mukti, Ekspor minyak sawit mengalami kenaikan sebesar 83 ribu ton degan kontribusi utama dari CPO (113 ribu ton) dan oleokimia (63 ribu ton). Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Bangladesh, Afrika dan China. Ekspor ke EU, India dan Timur Tengah sedikit naik sedangkan ekspor ke Pakistan dan USA turun. Kenaikan ekspor ke China karena diiformasikan China telah mulai pulih dari panedemi Covid-19.

"Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia, tetapi semua negara tidak akan sanggup berlama-lama dalam situasi seperti saat ini dan harus segera bangkit. Oleh sebab itu, peningkatan produktivtas dan efisiensi harus menjadi prioritas untuk menjaga viabilitas dari industri." tegasnya.

Bulan Mei, lanjutnya, sebagian besar Indonesia akan memasuki musim kemarau dan puncak kemarau diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus. Meskipun kemarau tahun 2020 diperkirakan tidak akan separah kemarau 2019, persiapan menghadapi kemarau untuk mencegah KARHUTLA harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.

"GAPKI telah membuat dan mendistribusikan protokol pencegahan KARHUTLA. Diharapkan dengan kewaspadaan dan kerjasama semua pihak, Karhutla 2020 dapat dicegah dan diminimalkan." tutupnya.*


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar