Ekonomi

Skenario KSSK Buat Rupiah Melemah ke Rp16.495 per Dolar AS

Ilustrasi rupiah dan dolar AS. (Int)

JAKARTA - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp16.495 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Kamis (2/4/2020) sore. Posisi tersebut melemah 0,27 persen dibandingkan perdagangan Rabu (1/4/2020) sore di level Rp16.450 per dolar AS.

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp16.741 per dolar AS atau melemah dibandingkan posisi kemarin yakni Rp16.413 per dolar AS.

Sore ini, rupiah melemah saat mayoritas mata uang di kawasan Asia lainnya menguat. Terpantau, dolar Singapura menguat 0,43 persen, won Korea Selatan menguat 0,10 persen, dan peso Filipina menguat 0,11 persen terhadap dolar AS.

Lebih lanjut, rupee India menguat 0,25 persen, yuan China menguat 0,03 persen, ringgit Malaysia  menguat 0,15 persen, dan baht Thailand naik 0,32 persen di hadapan dolar AS.

Sementara itu, yen Jepang melemah 0,11 persen dan dolar Taiwan melemah 0,13 persen terhadap dolar AS. Sedangkan dolar Hong Kong tercatat stagnan.

Tak jauh berbeda, mayoritas mata uang di negara maju juga perkasa melawan dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris naik 0,49 persen, dolar Australia naik 0,64 persen, dan dolar Kanada menguat 0,63 persen. Hanya franc Swiss yang melemah 0,03 persen terhadap dolar AS.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pasar kecewa terhadap pernyataan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bahwa skenario terburuk nilai tukar rupiah bisa menyentuh kisaran Rp17.500 sampai Rp20 ribu per dolar AS pada tahun ini. Meski Gubernur BI Perry Warjiyo telah menjelaskan jika angka tersebut merupakan 'what if scenario' atau skenario terburuk dan bukan proyeksi nilai tukar rupiah.

"Walaupun hari ini sudah direvisi oleh Gubernur BI namun seyogyanya pemerintah dan BI harus bisa mengayomi masyarakat sehingga tidak terjadi kepanikan yang berlebihan," ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut merupakan kesalahan besar lantaran pasar global sedang rentan. Ia mengatakan tekanan terhadap mata uang Garuda cukup ekstrim akhir-akhir ini karena defisit neraca berjalan yang melebar dan peringkat kredit yang rendah.

"Selain itu, cadangan mata uang asing terbatas sehingga meningkatkan risiko pelarian modal yang cukup tajam," ujarnya.

Sebelumnya, bank sentral meyakini rupiah mampu menembus level Rp15 ribu di akhir tahun karena investor masih mempercayai pasar Indonesia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar