Industri

Replanting Dinilai Jadi Cara Menggenjot Produksi Kopi Indonesia

Perkebunan kopi. (Int)

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM menjadikan koperasi sebagai pusat bisnis komoditi kopi. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bahkan menyampaikan sekitar 90 persen petani kopi di Indonesia merupakan petani kecil dengan skala lahan yang sempit.

"Karena itu, perlu mengonsolidasi petani dari petani perorangan ke dalam koperasi," kata Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki.

Dalam diskusi kopi yang diselenggarakan Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) Jakarta, Teten juga mengatakan langkah konsolidasi petani dalam wadah koperasi nantinya juga sekaligus mengonsolidasi lahan milik petani, konsolidasi pola tanam yang baik,  konsolidasi sumber daya di pemerintahan dan konsolidasi pembiayaan.

Adanya konsolidasi tersebut mendorong peningkatan produktivitas kopi dan memperkuat posisi tawar petani. 

Sekitar 96 persen produksi kopi di Indonesia dijelaskan Ketua Dewan Pengurus SCOPI Irvan Helmi, berasal dari perkebunan yang dimiliki oleh petani dengan produktivitas yang rendah yaitu berkisar 700 kg/ha.

Rendahnya produktivitas tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti minimnya akses ke pengetahuan untuk melakukan Good Agricultural Practices (GAP) dan Penanganan Pascapanen, Akses ke Pasar, dan Akses ke Pembiayaan. 

Maka tantangan terbesar peningkatan produktivitas kopi Indonesia saat ini diungkapkan Irvan berada di bagian hulu. Hampir 50% pohon kopi di Indonesia sudah mencapai usia 50 tahun ke atas dan tergolong tidak produktif.

"Untuk itu, diperlukan kegiatan replanting atau penanaman kembali. Hampir keseluruhan tanaman kopi kita sudah tua dan sudah tidak produktif. Program replanting ini merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan produktivitas kopi kita di masa yang akan datang," kata Irvan

Lahan perkebunan kopi di Indonesia lebih luas dari negara Vietnam namun dari segi produktivitas, kopi Indonesia masih di bawah Vietnam. 

Kembali mengenai koperasi Teten menjelaskan yang dibentuk harus memenuhi skala ekonomi sebagai sentra bisnis dengan luas minimum 100 ha yang akan berperan dari hulu ke hilir. Dimana setiap koperasi akan memiliki pengolahan dari cherry bean ke green bean. Koperasi akan berperan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan model bisnis koperasi. Kemitraan dengan lembaga pembiayaan, swasta/BUMN sebagai offtaker.

Dengan pola kemitraan ini, petani hanya fokus bertanam kopi. Proses bisnis seluruhnya dikerjakan koperasi, termasuk untuk menjaga mutu dengan melakukan pendampingan. Dengan begitu melalui model bisnis kemitraan akan terbangun ekosistem kopi yang lebih baik dan tentu akan mendorong kesejahteraan petani dan menjaga kualitas kopi. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar