Melongok Pelacuran di Sri Lanka (3) : Bermula Jadi Guide Amatir

Ahad, 30 September 2018

Sejak usia 12 tahun Shanka sudah terbiasa memandu turis yang datang ke Hikaduwa. Kebanyakan yang dipandunya adalah turis Eropa, Amerika, dan kadang-kadang dari Asia, terutama Jepang. Shanka memang sangat menguasai budaya setempat, karena ia lahir dan dibesarkan disitu.

Bahasa Inggrisnya yang semula campurbaur dengan bahasa Sinhala, bahasa ibunya, kian bagus saja setelah ia banyak bergaul dengan para turis yang sering mengajaknya bicara di pantai. Dan dengan logat kanak-kanaknya, turis-turis itu minta ditunjukkan beberapa lokasi laut yang indah. Serta bagaimana kehidupan nelayan daerah ini untuk mencari nafkah hidupnya.

Dari profesi sebagai guide amatiran itu ia memperoleh imbalan. Ia tak mencantumkan tarif. Dikasih banyak ia terima. Dikasih sedikit pun ia tak memprotesnya. Buat Shanka kecil, uang yang diterima itu sangat berharga, karena untuk menambah uang belanja yang selalu kekurangan di keluarganya.

Celakanya, gara-gara pendapatan Shanka yang terus meningkat itu, membuat keluarganya lupa, bahwa Shanka masih anak-anak. Ia tak mengurus lagi Shanka pulang atau tidak. Juga tak menanyai apa saja yang terjadi hari itu, tatkala ia tidak tidur di rumah.

Dan kebebasan ini sangat menyenangkan gadis kecil itu. Ia menganggap, turis-turis yang mengajaknya tidur di hotel itu adalah keluarganya sendiri. Apalagi, ia pun tak pernah diapa-apakan.

Tidak terasa, usia Shanka mulai merambat remaja. Enambelas tahun. Buahdadanya mulai tumbuh subur. Ranum. Tubuhnya sintal karena terus dinamis berjalan. Rambutnya yang ikal itu, bergelombang indah seindah ombak pantai tempat dimana ia dilahirkan.

Suatu hari, ia mendapat tamu dari Switzerland. Namanya Jean, berumur kira-kira 35 tahun. Ia berniat tinggal di Sri Lanka selama satu minggu, dan ingin mengunjungi beberapa lokasi budaya di negeri ini. Termasuk beberapa peninggalan sejarah kerajaan Anuradhapura, yang letaknya dari Sri Langka sekitar 214 kilometer. (bersambung/Djoko Su'ud Sukahar)