Politik

Sahat Martin Philip: Mari Kita Rajut Persaudaraan

JAKARTA - Pasca pemilihan Presiden  Beberapa waktu lalu petinggi pengurus Lembaga serta Ketua Himpunan menggelar silahturahmi dan dialog kebangsaan. Hal ini dilakukan agar masyarakat harus berupaya merajut kembali persaudaraan untuk menjaga perdamaian Indonesia.

Kesimpulan pada dialog kebangsaan yang ditaja oleh Rumah Milenial, Lembaga Kajian Strategi Bangsa (LKSB), Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP), dan Himpunan Putra Putri Angkatan Darat (HIPAKAD) di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (29/5) adalah "Jangan karena berbeda politik meminta referendum".

Dikatakan Sahat Martin Philip Sinurat selaku Pendiri Rumah Milenial, forum silaturahmi mengapresiasi kinerja aparat keamanan yang berusaha menjaga keamanan masyarakat serta kondusif pasca perhelatan Pemilu.  

"Kita mau aparat hukum segera mengusut pelaku kerusuhan 21-22 Mei, karena telah menelan banyak korban jiwa dan luka," ujarnya.

Para tokoh agama, tokoh bangsa, elit politik agar dapat memberikan teladan bagaimana menyikapi hasil Pemilu secara dewasa. Generasi milenial pastinya memperhatikan bagaimana ucapan dan sikap dari panutanya.

"Ajarkanlah kepada kami bagaimana kita seharusnya merajut persaudaraan, bukannya permusuhan pasca pelaksanaan Pemilu ini," ujarnya.

Sahat menyayangkan adanya beberapa pihak yang pasca Pemilu ini kemudian meminta dilakukannya referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia.

"Tidak pada Pemilu kali ini saja kita mengalami perbedaan politik. Kita dulu pernah mengalami gejolak politik yang lebih besar, bahkan pemerintah saat itu membubarkan beberapa partai politik. Namun tidak ada satupun tokoh bangsa dan elit politik saat itu yang berpikir untuk memecahkan dan membubarkan negara kita.

"Janganlah karena perbedaan politik sesaat, kita kemudian tega memecah-belah persatuan bangsa dan negara kita," katanya.

Namun pada silaturahmi hari ini, kita duduk bersama keluarga besar TNI dan Polri, serta bersama tokoh-tokoh agama kita dari PBNU dan PGI, tentunya ini adalah simbol bahwa kita semua tetap solid dan tidak bisa dipecah-belah. Indonesia akan tetap bersatu dan damai.

"Ini adalah tugas kita bersama untuk dapat berkolaborasi, terkhusus generasi muda", pungkas mantan Ketua Umum GMKI ini.

Sahat Martin juga mengatakan dalam rilisnya, Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP) Bimo Suryono mengajak seluruh masyarakat untuk berpikir lebih jernih dan dewasa menyikapi dinamika yang terjadi pasca pemilu 2019.

Menurutnya, semua elemen bangsa berjasa atas terselenggaranya Pemilu yang aman dan tertib termasuk aparat kepolisian dan TNI.

Selanjutnya, Ia mengkritisi sikap sejumlah ormas yang melakukan berbagai aktivitas yang berpotensi memecah persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Aksi yang dilakukan pada 22 Mei lalu, kata Bimo, seharusnya tidak sampai ricuh yang mengakibatkan beberapa massa berjatuhan termasuk aksi kerusakan di berbagai tempat.

" Bulan Ramadhan ini penuh maghfirah (ampunan) bulan penuh pengampunan jangan menciptakan golongan atau kelompok yang berpotensi menjurus kepada perseteruan," tambahnya Bimo.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Putra Putri Angkatan Darat (Hipakad), Hariara Tambunan, menuturkan sudah saatnya semua elemen bangsa bersatu dengan tidak saling menjatuhkan. Menurutnya, tidak baik setiap kelompok merasa paling memiliki kewajiban menjaga negeri sebab menjaga Indonesia adalah kewajiban bersama bukan oleh lembaga tertentu.

Ia menegaskan lagi, bahwa saat ini yang harus diperjuangkan oleh seluruh rakyat Indonesia adalah persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan dan kehancuran. Karena jika terjadi perpecahan antar bangsa maka kerugian jelas kembali ke rakyat sendiri.

“Jalur-jalur hukum kita harus hormati. Bulan Oktober adalah pelantikan Presiden siapapun yang dilantik adalah yang dinyatakan menang oleh MK. Siapapun yang jadi kita hormati karena itu konstitusi dan kita ini negara hukum negara konstitusi,” tuturnya.

Hadir pada kegiatan tersebut Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Bina Suhendra, Lembaga Kajian Strategi Bangsa (LKSB), Abdul Ghopur, Pendiri Rumah Milenial, Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum Himpunan Putra Putri Angkatan Darat (HIPAKAD), Hariara Tambunan, Sekretaris Eksekutif PGI, Pdt. Jimmy Sormin, dan puluhan peserta dari berbagai kalangan.

“Saya hanya ingin sarankan dari detik ini sampai pelantikan Presiden, apa yang mau kita lakukan untuk negara dan bangsa, apakah perdamaian, kerusakan atau kehancuran. Yang kita ingin jelas perdamaian. Kalau kehancuran ya yang hancur juga kita. Indonesia ini rumah kita, bangsa ini adalah bangsa kita,” tutup Hariara.

Sisi lain, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategi Bangsa (LKSB), Abdul Ghopur mengatakan. Memahami demokrasi harus komprehensif agar dapat mengetahui hakikat dari demokrasi tersebut. Menurutnya, demokrasi dalam arti lain bukanlah tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan yakni kemakmuran, kesejahteraan dan kedaulatan rakyat. 

Demokrasi bukanlah pemicu perpecahan antar bangsa, demokrasi adalah indikator bersatunya masyarakat untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan Indonesia. Kuncinya, masyarakat harus menerima perbedaan pandangan dan legowo atas berbagai kebijakan yang telah disepakati atas nama bangsa Indonesia. Perbedaan adalah rahmat dan kita wajib mengelolanya dengan bijaksana," katanya. (rls) 

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar