Ekonomi

Penambahan Devisa Negara, Pemerintah Usul Hapus Aturan Pungutan Ekspor Sawit

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya. 

Ekonom INDEF, Bhima Yudistira mengatakan, penghapusan ini diusulkan karena memiliki potensi penambahan devisa negara.

"Karena devisa dari ekspor kelapa sawit ini penyumbang devisa paling tinggi. Jadi pungutan USD 50 per ton minyak sawit dan USD 30 per ton untuk produk turunannya itu dihapus saja," kata Bhima di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (8/9/2018).

Di kesempatan yang sama, dalam rangka mengurangi defisit neraca transaksi berjalan dan perdagangan, pemerintah harus konsiten mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).

Bhima mencatat, saat ini impor BBM menjadi penyumbang kebutuhan dolar Amerika Serikat paling besar. Dengan demikian dengan mampu mengurangi impor diharapkan mampu menekan defisit transaksi berjalan dan perdagangan yang akan membantu penguatan rupiah.

"B20 sudah cukup baik. Ketergantungan minyak harus dikurangi dengan mempercepat konversi gas dan percepat peningkatan penggunaan energi baru terbarukan," Bhima menambahkan.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat menjelang akhir pekan ini. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah menguat tujuh poin ke posisi 14.884 per dolar AS pada 7 September 2018 dari periode Kamis 6 September 2018 di kisaran 14.891 per dolar AS.

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg,rupiah menguat ke posisi 14.820 per dolar AS. Bahkan saat pembukaan, rupiah menguat 25 poin dari 14.893 pada penutupan kemarin ke posisi 14.868 per dolar AS. Rupiah pun bergerak di kisaran 14.820-14.907 per dolar AS sepanjang Jumat pekan ini. *


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar