PETALING JAYA: Perubahan politik yang ada di Negeri Jiran ikut mempengaruhi kondisi perkelapa-sawitan Malaysia. Apalagi di tengah harga minyak sawit dalam negeri yang melemah, serta perang dagang antara China-AS yang belum bisa diprediksi kapan berakhirnya.
Dalam suasana rawan itu, Datuk Seri Najib Razak memposting ucapan, bahwa China kemungkinan akan mengurangi pembelian minyak sawitnya menyusul perubahan Pemerintah Malaysia ke koalisi Pakatan Harapan.
Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC) pun merespons ucapan yang beredar di media-sosial itu. Lembaga pemerintah itu menyebut, ramalan penurunan pembelian minyak sawit China dari Malaysia tidak akan terjadi. Itu karena permintaan global serta kekuatan pasokan yang menentukan harga minyak sawit dan bukan sentimen politik Malaysia.
"Kami tidak melihat ada masalah dalam politik negara ini yang mempengaruhi pembelian minyak sawit China dari Malaysia. Kami tidak melihat penurunan," kata Kepala Eksekutif MPOC Datuk Kalyana Sundram.
Kalyana mengatakan itu untuk menanggapi surat pernyataan Datuk Seri Najib Razak, yang mengatakan China kemungkinan akan mengurangi pembelian minyak sawitnya menyusul perubahan Pemerintah Malaysia ke koalisi Pakatan Harapan.
Dalam Facebook, Najib memposting ucapan, China yang pernah menjadi importir minyak sawit terbesar keempat dan berada di tempat kedua tahun lalu karena hubungan diplomatik dan perdagangan yang membaik dengan Malaysia. Namun kemungkinan akan mengurangi pembelian minyak sawit menyusul hasil Pemilihan Umum ke 14.
Kata Najib, tindakan pemerintah mengenakan pajak lima persen atas ekspor minyak sawit mentah (CPO) merupakan alasan utama harga dan permintaan turun.
Bulan ketiga tahun 2018, sejak awal tahun patokan minyak sawit berjangka di Bursa Malaysia Derivative Exchange telah mengalami penurunan dari RM2.500 per ton menjadi RM2.300 per ton.
Dan itu, menurut Najib, Pemerintah Barisan Nasional menghentikan pajak CPO dalam empat bulan pertama 2018. "Ini untuk memastikan pendapatan petani kecil tidak terpengaruh dan CPO kami tetap kompetitif di pasar internasional, " katanya.
Namun menurut Kalyana, bahwa pengabaian pajak CPO dimaksudkan menjadi langkah awal untuk memfasilitasi CPO bebas bea yang akan dikirim keluar dari Malaysia ke kilang luar negeri yang dimiliki orang Malaysia.
Setelah itu pemerintah melanjutkan pengenaan pajak, sesuai dengan tingkat penetapan harga CPO, untuk memastikan jatah CPO cukup untuk penyuling di Malaysia bagi bisnis hilir yang memberi nilai tambah.
Kalyana juga memperkirakan, dalam minggu-minggu mendatang, harga CPO akan diperdagangkan sedikit lebih tinggi di antara RM2.400 dan RM2.500 per ton. New Straits Times/jss