Politik

Pandawa Boyong, Penyadaran Menuju Zaman Kalasuba

NGANJUK-Minggu Pon (17 Juni 2018), dalang wayang kulit Ki H Manteb Sudarsono akan membabar kisah Pandawa Boyong. Ini episode pamungkas dari Perang Bharatayudha. Perang saudara yang berakhir habisnya Kurawa.

Wayang adalah bayang-bayang. Sebuah gambaran dari kehidupan manusia, berikut watak dan nasibnya. Kendati wayang berasal dari India dengan kisah Ramayana dan Mahabharata, tetapi dalam kisah ini banyak piwulang tentang etika dan kekuasaan yang klasikal. Berbudi baik pasti menang, sedang yang sombong dan adigang-adigung kelak bakal kalah.

Di antara Pandawa dan Kurawa, yang terakhir ini diidentifikasi sebagai ekspresi ketamakan, simbol arogansi dari manusia yang tidak punya etika. Tipu dan rekadaya dilakukan untuk menyingkirkan Pandawa dari kerajaan yang menjadi haknya, dan kelak pada akhirnya mereka harus berakhir dengan tragis. Tewas di tangan saudaranya sendiri.

Pandawa Boyongan adalah kisah akhir dari Perang Bharatayudha. Kemenangan itu membawa Pandawa kembali ke Astinapura, kerajaan miliknya yang lama dihak-i Kurawa. Di tengah banjir darah itu Pandawa harus berbenah. Bersiap membangun kerajaan dengan peradaban baru.

Banyaknya ksatria Pandawa yang juga gugur dalam perang itu menjadikan mereka juga kesulitan untuk mencari kader penerus demi keberlangsungan pemerintahan. Dan pilihan tak ada lagi. Parikesit yang masih anak-anak terpaksa dinobatkan sebagai raja.

Pandawa Boyong adalah kisah keprihatinan akibat perang, sisi lain kehidupan harus terus berjalan. Dengan begitu kisah ini mengajak penonton merenung, menelaah, bahwa kekisruhan itu tidak berguna. Tidak produktif, dan yang menang maupun yang kalah hakekatnya sama-sama merugi.

Pagelaran cerita ini akan dimulai pukul 20.00 WIB di rumah kelahiran Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di Dusun Kajang, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.

Sebagai penggemar wayang kulit, Ketum GAPKI itu tak sekadar bernostalgia. Dia berharap negeri ini terus berbenah untuk menyongsong masa depan yang aman, damai dan sejahtera.

Dengan pagelaran ini Joko Supriyono memberi pesan, bagaimana nasionalisme itu harus terus dikobarkan. Dan cinta negeri itu perlu penyadaran banyak pihak, demi menyongsong hari depan untuk menuju Zaman Kalasuba, sebuah zaman keemasan Nusantara. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar