Kebutuhan minyak nabati di negara-negara Afrika sangat tinggi. Kendati asal sawit dari benua ini, tetapi pertumbuhan sawit tidak sebagus di Asia Tenggara. Untuk itu negara-negara di ‘Benua Hitam’ itu sangat membutuhkan pasokan minyak sawit.
Namun pasar besar di Afrika itu taklah mudah. Mereka memproteksi pasar itu dengan pembatasan minyak nabati yang akan diimpor, juga dengan pengenaan pajak yang tinggi. Pengenaan bea masuk.
Bea masuk yang mereka kenakan itu tidak tanggung-tanggung. Ada negara di Afrika yang membenani bea masuk hingga 60%. Ini yang membuat beberapa produsen Crude Palm Oil (CPO) Indonesia melupakan pasar besar Afrika itu.
Kini Pemerintah Indonesia akan kembali mencoba peruntungan. Indonesia mendorong peningkatan ekspor CPO) ke Nigeria. Dan negara itu seperti banyak negara di Afrika, juga membatasi besaran impor produk ini dan mengenakan bea masuk agak rendah, 35 persen.
Dalam kunjungannya ke Nigeria, Menteri Perdagangan Engartiasto Lukita sudah berteemu dengan Menteri Perindustrian Perdagangan dan Investasi negara itu, Okechukwu Enelamah. Keduanya sudah melakukan pembicaraan soal ini.
“Saya akan sampaikan saat pertemuan, pemerintah akan mencoba mencari jalan agar impor Nigeria naik dan ekspor CPO kita bisa meningkat,” ujarnya saat di Lagos, Nigeria, Senin kemarin.
Enggartiasto juga berkunjung ke PZ Wilmar yang merupakan pengguna bahan baku CPO berasal dari Indonesia. Namun PZ Wilmar baru menggunakan 32 persen dari total kapasitas produksi.
Untuk kebutuhan bahan baku, perusahaan itu mengimpor kebutuhan CPO dari Indonsia, sebanyak 80 persen dengan total impor 8 ribu ton per bulan. jss