Politik

Puasa Mutih, Mencipta Manusia Darah Putih

Bulan puasa segera tiba. Ternyata, bagi orang Jawa, puasa itu jenisnya macam-macam. Untuk memperkaya pemahaman kita tentang puasa itu, ini salahsatu jenisnya, puasa mutih.
Dalam puasa ini, tidak hanya berpokok pada pengendalian nafsu semata. Nafsu makan, nafsu tidur, dan nafsu seks. Tetapi ada banyak laku lain yang harus dikendalikan. Itu seperti yang banyak disebut oleh  ahli laku yang pernah melakukan puasa jenis ini.
Mutih memang dianggap implementasi dari pembersihan jiwa. Bahkan sisi kepekaan batin akan terasah tajam. Ibarat jiwa itu kaca yang lama buram, berkarat, tertimpuk lumpuran debu, maka dengan laku puasa mutih kaca itu akan bersih kembali. Mata batin akan terang menembus segala dimensi alam yang diinginkannya.
Namun tentu,  untuk mencapai kesempurnaan mutih harus ditempuh dengan laku yang berat. Seorang pelaku dilarang emosional, dengki, meri dan segala sifat tidak terpuji lainnya.
Puasa mutih selayaknya harus didampingi oleh seorang guru pembimbing spiritual. Karena dari dialah seorang pelaku akan bisa mulai dan terkontrol aktifitas puasanya. Namun dalam berpuasa itu juga harus didukung dengan aktifitas religi lainnya. Menurut Gunawan Wibisono, Spiritualis dari Kediri (Jatim) dalam bukunya “Darmaloka”, harus dengan dukungan kegiatan kerohanian lainnya. Seorang pelaku mutih,  seyogyanya dituntut tertib dalam meditasi atau salat-salat tertentu yang nantinya bisa mendapat sasmita gaib tentang kelebihan yang akan didapatkannya. Dalam berpuasa memang pelaku bebas bergaul dengan siapa saja. Namun tetap harus ingat, bahwa pengendalian nafsu adalah yang pokok. Terutama nafsu birahi yang negatif. Jangan banyak bicara (mengurangi bicara) dan sebaiknya pelaku bisa mengurangi durasi waktu tidurnya. Janganlah tidur melebihi 4 (empat) jam. Karena sasmita itu tak akan datang pada seseorang yang sudah kena arus nafsunya. Tentang kelebihan puasa ini juga dituturkan oleh Ki Anton Surono, dalang dan spiritualis dari Mejasem, Tegal, Jateng. Bahwa seorang pelaku mutih akan mendapatkan jiwa Yudistira dalam dunia pewayangan. Ia adalah seorang tokoh satria pandawa yang tertua yang juga raja Astina yang terkenal mempunyai darah putih. Maknanya, Puntadewa adalah seorang yang punya kesabaran yang tiada-tara. Dalam lakon pewayangan satria ini juga dikenal tidak pernah berbohong seumur hidupnya. Nah, kalau saja manusia itu seperti Yudistira, betapa damainya dunia ini,” kata dalang metafisis yang memadukan unsur seni dengan debus ini. dan/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar