Politik

Kampanye Hitam di Papua, Diundang Dialog, 2 LSM Asing Ini Tidak Datang

Dua LSM asing yang dianggap melakukan kampanye negatif di Papua diundang ke Jakarta. Dengan melibatkan perwakilan masyarakat adat Merauke dan Boven Digoel,  wakil rakyat dan pakar, diharap akan ditemukan solusi. Eh, ternyata mereka tidak datang. Ke-tidakhadir-an Mighty Earth serta AidEnvironment itu disayangkan banyak pihak. Sebab di Papua, LSM asing itu gencar membuat kampanye hitam soal sawit. Mereka menyebarkan kampanye itu di luar negeri, yang berimbas terhadap kehidupan masyarakat setempat. Dalam pertemuan pemangku kepentingan yang diadakan di Jakarta, Senin (27/7) kemarin, hadir perwakilan masyarakat adat, Bupati Merauke Frederikus Gebze, Bupati Boven Digoel Benediktus Tombonop, Anggota Komisi IV DPR Hamdani, dan Prof.Nyoto Santoso (IPB). Di acara inilah diagendakan Mighty Earth dan AidEnvironment hadir untuk menerangkan sepak terjangnya. Namun hingga acara selesai, ternyata perwakilan kedua LSM ini tidak kunjung datang. Ketidakhadiran LSM di pertemuan ini sangat disesalkan. Sebab undangan sudah dikirim dan diterima. “Tidak ada informasi jelas mengapa mereka (LSM) tak hadir,” kata panitia. Frederikus Gebze, Bupati Merauke, mengatakan pertemuan ini digagas untuk membangun dialog antar pemangku kepentingan seperti masyarakat, LSM, dan pemerintah. Sebab ada kekhawatiran dari masyarakat adat di Merauke dan Boven Digoel terhadap kampanye Mighty Earth dan AidEnvironment yang menyebut kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi dan kebakaran lahan. Kampanye LSM ini, kata Frederikus, mengakibatkan perusahaan sawit tidak berani membuka perkebunan untuk masyarakat melalui sistem plasma. “Semenjak akhir tahun lalu, masyarakat sudah mengeluhkan masalah (LSM) ini. Masyarakat datang ke saya minta penyelesaian,” katanya. Menurut Frederikus, perusahaan telah berkomitmen mengalokasikan lahan untuk petani plasma setempat sebesar 20 persen dari perkebunan perusahaan. Di Merauke, sudah ada 7 perusahaan perkebunan sawit yang bersedia menyediakan lahan plasma. Tetapi terkendala isu negatif sawit yang dihembuskan LSM asing itu. “Ini bukan kepentingan bupati maupun sekelompok orang, melainkan mnyangkut hajat hidup orang banyak. Kami minta NGO menghormati hak hidup masyarakat kami,” tegas Frederikus. Benediktus Tambonop, Bupati Boven Digoel, meminta LSM berdialog dengan masyarakat di kabupatennya untuk mencari jalan keluar terhadap masalah saat ini. Sebab hampir setiap hari masyarakat ini menanyakan kepada pemerintah daerah setempat. “Mereka tanya kapan plasma dapat dibuka. Kalau LSM dapat berikan solusi untuk menjamin hidup masyarakat, silakan bicara. Tapi kalau hanya bicara sebaiknya (LSM) hentikan saja tidak menyelesaikan masalah masyarakat,” ujar Benediktus Luwy Leonufna, Juru Bicara Tunas Sawa Erma, mengatakan rata-rata luasan plasma yang akan dialokasikan perusahaan sekitar 4 hektare per kepala keluarga. Tetapi, komitmen ini menghadapi hambatan dari LSM asing (Mighty Earth dan AidEnvironment) yang meminta perusahaan tidak membuka lahan semenjak l Desember 2016. Total luas lahan plasma yang dialokasikan PT Tunas Sawa Erma dan dua perusahaan sawit lain sekitar 15 ribu hektare. “Kami belum buka lahan plasma karena tekanan LSM kepada perusahaan termasuk induk usaha kami. Tidak hanya bisnis sawit kami yang kena dampaknya, melainkan bisnis kami yang lain seperti plywood dan teknologi kincir angin di pasar internasional,” katanya. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar